Setelah melewati Kantor Kecamatan Sirapit, Kabupaten Langkat dan sebelum masuk ke Desa Pulau Semikat Dusun Paya Salit, ada sebuah persimpangan namanya Simpang Penantian.
Di Simpang Penantian inilah biasanya orang menunggu “tumpangan” supaya dapat menghantarkan ke dusun terdekat seperti Paya Salit, Suka Pulung, Sebertung, Tanjung Putri, dan Gunung Tinggi.
Bukan hanya itu saja, perjalanan dari Sirapit ke kampung lain menggunakan géték. Sirapit sendiri nama sebuah dusun sekaligus ibukota Kecamatan Sirapit.
Lalu apa istimewanya Simpang Penantian tersebut? Jika cuaca sedang cerah, maka terlihatlah bentangan perkebunan sawit dari ujung ke ujung, dari lubuk sampai ufuk. Matahari benderang, awan bersambungan, biru semata menghiasi wajah langit.
Angin bertaut dan bertiup menerbangkan abu-abu, debu-debu, dan sisa-sisa cadas batu. Lalu, sesekali daun-daun kering terhempas di tepi jalan seperti usang tanpa makna.
Kemudian di Paya Salit yang menjadi fokus mata penghidupan dan mata penghasilan penduduk setempat adalah dengan mencari batu-batu sungai sekepalan tangan atau lebih kecil dari itu. Dan batu-batu sungai itu umumnya dikenal dengan sebutan batu-batu mangga (seukuran buah mangga maksudnya).
Pencarian batu dilakukan secara tradisonal kultur setempat dan menggunakan alat berat. Sebagian ada juga mencari mata pencarian lain seperti membersihkan dan menjual lidi-lidi sawit kualitas ekspor ke Pakistan, India, dan Bangladesh.
Di Simpang Penantian Paya Salit Langkat inilah penantian manusia belum akan berakhir. Ternyata ada jalan yang tiada ujung, tembus jauh ke Tanah Langkat melewati belantara hijau hutan sawit.
Nanti kapan ada waktu SeMedan akan datang lagi ke Paya Salit Langkat untuk silaturahmi lebih lanjut. Insya Allah.
Komentar