Selama saya di India. Baik, ketika di New Delhi, Shamli Uttar Pradest, Bulandshar, dan Mumbai. Transportasi publik bernama bajaj dan ricksaw hampir-hampir tidak pernah sepi penumpang. Dan di India satu bajaj berbagi dengan lain penumpang adalah hal biasa saja.
Bajaj dan ricksaw cocok untuk transportasi di lorong atau gang karena memiliki gigi mundur, beroda tiga, dan bisa memutar di sembarang tempat. Bajaj berbahan bakar gas CNG dan berargo, sementara ricksaw (angkong) berbahan batre dan tidak berargo. Tetapi, tarif keduanya bisa dinego.
Transportasi Bajaj (baca: bajay) di Jakarta-Indonesia sudah ada sejak tahun 1970-an, kemudian punah dan timbul lagi dengan berbahan bakar gas. Terkadang yang mengherankan di India harganya murah sampai di Indonesia menjadi mahal.
Barangkali, ini sebabnya tarif transportasi di Indonesia khususnya Jakarta menjadi mahal. Padahal rute-rute yang dilalui bajaj tidaklah bisa terlalu jauh-jauh.
Transportasi Bajaj (baca: bajay) dan Ricksaw (baca: rikso) diatur sedemikian rupa. Misalkan di tempat-tempat tertentu hanya boleh ada bajaj dan tidak boleh ada ricksow, begitu pun sebaliknya. Mekanisme ini cukup baik untuk mengatur keseimbangan pendapatan antar “penyedia” jasa transportasi.
Bukan hanya bajaj dan ricksaw yang diatur. Tetapi juga transportasi taxi dan bus. Dengan demikian sadarlah kita bahwa India memang serius dalam mengurus transportasi kereta api, bandara internasional, dan lain sebagainya.
Akhirul kalam, kalau naik bajaj di India, lajunya kencang-kencang. Kita harus siap-siap berpegangan pada besi-besi. Kadang-kadang supir suka bercanda antar pengemudi hingga nyaris bersenggolan dan bertabrakan. Roda bajaj mengangkat sambil miring-miring macam mau terbalik seperti di film-film India itulah. Aachaa!
Komentar