Kalaulah tidak atas izin Allah SWT, tentulah kaki ini tidak akan dapat berdiri di tepian Sungai Wampu Kabupaten Langkat, Dusun Paya Salit, Kecamatan Serapit. Dan sejauh ufuk mata ditambatkan, rasanya pangkal dan ujung sungai tidak habis-habis.
Bagi sebagian warga, sungai bukan lagi estetika ciptaan Tuhan belaka, tetapi sudah menjadi sandaran kehidupan. Manusia di bantaran Sungai Wampu mencari penghasilan dan penghidupan dengan cara bersawah, berkebun sawit, dan mengumpulkan batu, baik dalam skala kecil (bersepeda dayung dengan berkeranjang) atau dengan alat berat.
Kalbu haru-biru meronta melihat Sungai Wampu diberdayakan sedemikian rupa.
Sebagaimana riwayat bermula sejak dahulu umumnya di mana ada sungai di situ ada nelayan. Dari tempat saya berdiri, sejauh tapuk mata terpiuh jauh, tidak ada kapal atau sampan berlayar dan kemudian melabuhkan sauh, hanya ada getek penyebrangan. Tidak ada nelayan memasang pancing, lobo atau bubu untuk memerangkap ikan jurung dan sejenisnya.
Di sini, di Sungai Wampu, hanya batu, hanya kayu, hanya pasir, hanya delta, hanya angin dan hanya rindu yang mengurai. Dan pabila di hulu sedang tidak hujan, arus Sungai Wampu mengalun pelan, tenang dan jernih.
Sebaliknya, pabila sedang pasang dan keruh, air mengalir deras mendesir di antara batu dan kerikil, membawa apa saja yang dapat terbawa, menghanyutkan apa saja yang dapat terhanyutkan.
Sebagaimana banyak dikisahkan orang-orang. Mata air Sungai Wampu Bermata air dekat Siberaya terkadang ditulis Siberaya (sepintas kadang terbaca Cyberaya atau Siberia). Siberaya ini adalah nama sebuah perkampungan di Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.
Penulis menyaksikan langsung, jika sedang tidak hujan atau pasang, Sungai Wampu mempunyai air yang jernih dan deras mengalir langsung dari hutan-hutan lindung Taman Nasional Gunung Leuser. Melintasi Kabanjahe, Perbesi, Kuta Buluh, Marike dan bertemu Sungai Bohorok di Kabupaten Langkat (sebagai sungai Wampu).
Dan setelah melewati Stabat dan Tanjung Langkat akhirnya bermuara di Selat Malaka. Sungai Bohorok adalah salah satu anak sungai Wampu. Jadi, tidak mengherankan jika tidak ada kapal-kapal motor besar melewati sungai ini, karena memang pada titik tertentu Sungai Wampu mengalami pendangkalan. Wallahu A’alam akibat pendangkalan tersebut karena ulah tangan manusia atau karena naturali.
Setangkup haru di Sungai Wampu rasanya tidak cukup sampai di situ. Dan terima kasih kepada masyarakat Sungai Wampu. Bila ada umur tiada uzur kami akan datang lagi dan mandi jebar-jebur di Sungai Wampu. Insya Allah.
Komentar