Sabtu siang 7 November 2015, rindu membuka hati untuk bersilaturrahim dengan sesama saudara Muslim akhirnya terpenuhi. Perjalanan menuju Dusun VII, Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok Langkat, Sumatera Utara sangat mengasyikkan. Terlebih lagi saat Kota Medan terasa kian menjauh, lalu Binjai, Selesai, Pekan Kuala, Langkat dan selanjutnya menyusuri rimbunan perkebunan sawit LONSUM (London Sumatera).
Dilihat dari sejarah dan asal kata Bahorok atau Bohorok karena dulunya terdapat “buah uruk” sebuah pokok yang tumbuh di hutan. Lafaz penyebutan “buah uruk” menjadi Bohorok lalu berubah menjadi Bahorok. Sedangkan nama Bukit Lawang, dekat Tangkahan dan Taman Nasional Gunung Lauser terdapat perbukitan yang dipenuhi bunga lawang, lazim digunakan sebagai rempah bumbu masakan.
Perjalanan kali ini bukan liburan, piknik, tamasya wisata religi atau ekspedisi jelajah belantara. Kira-kira seperti pesantren kilat tetapi bukan, melainkan tetirah (pindah ke tempat lain untuk beristirahat dalam rangka memulihkan kesehatan jiwa). Boleh dikata seperti retreat (tempat pengasingan) atau dalam bahasa modern disebut hibernasi (hybernate).
Jika petirahan umumnya sebuah villa, kami memilih Musholla Muslimin di Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok Langkat Sumatera Utara, 4 km lagi sebelum tempat wisata ecotourism orang utan Bukit Lawang.
Semasa menjalani petirahan idealnya tidak membawa smartphones dan sejenisnya. Boleh membawa telepon seluler tetapi harus dititipkan kepada penanggung jawab rombongan. Tujuannya supaya fokus belajar. Metode belajar semacam ini sudah lama. Dianjurkan “belajar keluar” dari kampung sendiri dalam sebulan sisihkan waktu 3 hari. Dalam setahun sisihkan waktu selama 40 hari. Dan sekali dalam seumur hidup, sisihkan waktu selama 4 bulan.
Tidak ada doktrin yang aneh-aneh dalam menempuh pelajaran selama di petirahan. Sebagaimana biasa kita shalat di rumah atau di masjid begitu pula semasa belajar. Setiap hari bersilaturrahim kepada warga tempatan agar sama-sama shalat berjamaah mengisi shaf di masjid.
Bagi yang ingin membaca amalan Qur’an, Tahajjud, dan amalan lainnya seperti bersabar, shalat sunnat, sedekah, khitmad (berbakti), inilah saat yang tepat untuk memanjatkan doa, bermunajat meminta apa saja kepada Allah dan tidak berharap kepada makhluk.
Manusia yang enggan beribadah dan berdoa kepada Allah SWT adalah manusia yang sombong dan Kesombongan itu jubahku. Pernyataan ini tertera jelas di Kitab Suci Al-Qur’an.
Adapun untuk sampai ke Bahorok dapat ditempuh 2 jam. Tetapi, perjalanan kami 4 jam. Selain kondisi jalan rusak berlumpur, kendaraan berjalan pelan. Sungguh membuat “jantungan” harus bersabar. Perjalanan terobati karena beberapa kali kami melewati jembatan besar yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Lalu perbukitan sawit dan sejumlah kelokan tikungan tajam di bawahnya jurang menganga lebar.
Kanan-kiri tidak ada rumah, semua rata oleh pokok-pokok hutan dan pepohonan durian Bahorok yang dikenal dengan rasanya yang lezat.
Baca juga: Durian Medan Bukan Hanya Berasal Dari Sidikalang dan Bahorok
Alhamdulillah setibanya di Bahorok Timbang Lawan. Hujanpun turun seperti ditebar dari langit. Terdengar suara petir dan air yang jatuh dari pelimpahan berhamburan di tanah. Setelah berkemas dan bersih-bersih, rombongan shalat rasa syukur sudah sampai di tujuan.
Dan keesokan harinya barulah sempat melihat lebih jauh keadaan sekitar. Berkeliling dan bersilaturrahim ke rumah-rumah saudara sesama Muslim. Mayoritas penduduk Bahorok adalah orang Melayu yang bermarga Karo seperti Sembiring dan Perangin-angin. Karo dan Melayu memiliki kedekatan leluhur yang sama.
Baca juga: Mencari Melayu di Tanah Deli, Sebentuk Retrospeksi
Tidak disangka, rupanya di depan Musholla Muslimin Timbang Lawan, persisnya di belakang rumah-rumah penduduk terdapat aliran arus sungai deras Bahorok yang pada tahun 2003 silam pernah banjir bandang dan menghantam habis pusat wisata di Bukit Lawang.
Mencicipi mandi di Sungai Bahorok airnya sejuk. Sungai Bahorok menyambung ke anak aliran Sungai Wampu dan terus sampai ke Tanjung Pura. Kondisi sungai pada saat itu sedang banjir warnanya kuning kecoklatan.
Suasana di Bahorok, pagi berkabut dan malam hari hanya ditemani gelap dan jerit jangkrik. Musholla Muslimin di Timbang Lawan berada dalam blank spot area. Tidak ada sinyal untuk menghubungi keluarga apalagi membuka internet. Sangat dianjurkan selama masa belajar, kembali ke titik nol kalibrasi, back to nature (fitrah manusia sesungguhnya). Pikiran belum “pendinginan” jangan otak terus dipaksa terus bekerja. Sebab, istirahat sama pentingnya dengan bekerja.
Akhir kata, manusia membutuhkan tetirah (rehat sejenak) dan barangkali tempat yang cocok untuk petirahan adalah di Timbang Lawan, Bahorok Langkat, Sumatera Utara.
Komentar