Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya masjid-masjid itu mempunyai pasak-pasak yaitu orang-orang yang sangat mencintai masjid dan banyak menghabiskan waktunya dalam masjid.
Malaikat menjadi sahabat mereka. Jika mereka tidak hadir, malaikat mencari mereka; jika mereka sakit, malaikat menjenguk mereka; dan jika mereka mempunyai suatu keperluan, maka malaikat akan menolong mereka.”
Nabi saw. juga bersabda, “Orang yang senantiasa duduk (berada) dalam masjid akan memperoleh tiga perkara, yaitu: (1) kawan yang bisa diambil manfaat; (2) kata-kata yang mengandung hikmah; atau (3) rahmat yang selalu di-idam-idamkan.” (Hr. Ahmad dalam Musnadnya II/418-Muntakhab Ahadits)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang menjadikan masjid sebagai tempatnya untuk shalat dan berzikir, melainkan Allah merasa gembira terhadapnya, sebagaimana bergembiranya keluarga yang kehilangan salah seorang anggota keluarganya ketika orang yang hilang itu kembali kepada mereka.” (Hr. Ibnu Majah)
Dan kalau mau dicantumkan semua hadist dan ayat Qur’an, masih banyak lagi keutamaan-keutamaan masjid dan orang-orang yang memakmurkan masjid. Memakmurkan masjid bukan terbatas diterjemahkan sebagai orang yang membangun masjid megah-megah, mewah-mewah.
Tetapi, makmur arti yang terdalam adalah ahlu suffah dan ahbab yakni, orang-orang yang menghidupkan amalan masjid 24 jam dan membantu aktifitas di masjid seyogianya hidupnya makmur, jasmani dan ruhani, material dan spiritual.
Dan di tengah galaunya masyarakat tentang suatu wabah yang datangnya dari Allah SWT dan hanya Allah SWT sajalah yang dapat menghilangkannya, masyarakat malah lebih antusias ke masjid.
Meskipun harus membawa sajadah masing-masing, meskipun shaf shalat renggang, meskipun dalam kondisi was-was, meskipun harus disemprot disinfektan, meskipun harus gulung karpet, gulung karpet bukan berarti iman pun tergulung. Masih banyak lagi yang aneh terjadi di masjid seolah-olah benar padahal keliru (bertentangan dengan sunnah dan adab di masjid).
Jadi, jangan masjid dijadikan tempat pertarungan iman. Misalkan, ada jamaah masjid membawa informasi yang mereka baca dari jagad jaringan jembar (jjj.-nama lain dari www.) tentang wabah ini-itu, lockdown, dan lain sebagainya.
Sedangkan, sebagian lagi jamaah dan yakin kepada hadist dan ayat Qur’an tentang wabah (makhluk ciptaan Allah), juga fadhilah besar shalat di masjid. Antara dalil dan informasi media, jangan disanding-sandingkan, dibanding-bandingkan. Sikapilah dengan bijak dengan nalar dan naluri, juga dengan ilmu, amal, dan iman.
Seorang yang beriman memilih tindakan pencegahan, begitu juga orang non-muslim, kafir, dan fasiq. Namun, ada perbedaan mendasar dalam niat keduanya. Yang jelas, apa pun yang terjadi di dunia adalah imtihan (ujian-cobaan) dari Allah SWT, siapakah yang akan mendekat atau malah menjauh dari Allah SWT.
“Jangan mengikuti orang kebanyakan, ikutilah kebenaran.”
—Sayyidina Ali k.w
Maka dari itu, apakah kita mengikuti orang kebanyakan ataukah mengikuti kebenaran. Semoga samudera duka-cita wabah corona ini cepat berlalu. Wallahu A’alam.
Komentar