Binjai adalah “kota satelit” sekaligus kota lintas, posisinya berada dekat Kota Medan. Secara ekonomis, sosial, administratif dan politis tergantung pada Kota Medan. Pertumbuhan Kota Binjai sangat pesat karena berbatasan langsung dengan Medan, Deli Serdang dan Langkat.
Bagi yang sudah lama tidak beranjangsana akan terkejut melihat kepadatan Kota Binjai. Daerah pemukiman yang terdiri atas bangunan rumah tinggal properti, ruko, mall, hotel, rumah ibadah, pasar tradisional (local market), restoran kuliner, bank, sekolah, rumah sakit, kantor polisi, terminal, stasiun kereta api, taman kota, dan tempat-tempat tamasya wisata, kesemuanya menjadi satu-kesatuan yang sudah tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat Binjai terdiri dari berbagai lapisan masyarakat multikultal dan penganut agama yang berbeda-beda. Sebagian besar masyarakat yang mendiami Kota Binjai adalah Melayu, Tionghoa, Toba, Minang, Jawa, Karo, Sunda, Simalungun, Nias, Pakpak, dan Aceh. Lebih jauh ke masa silam, di Kota Binjai terdapat dua Kerajaan Melayu dan Kerajaan Langkat yang dipisahkan dengan Sungai Mencirim dan Sungai Bingai. Sekarang entah di mana jejaknya.
Baca juga: Mencari Melayu di Tanah Deli, Sebentuk Retropeksi
Kota Binjai berdiri sejak 17 Mei 1872. Ditinjau dari sejarah nama Kota Binjai berasal dari pokok buah binjai yang mirip mangga, bentuknya lonjong, rasanya seperti buah mangga. Buah binjai kadang disebut embacang. Manfaat buah binjai sebagai vitamin C dan umum dipakai untuk dibuat sambal belacan (terasi dan udang).
Dalam pendapat yang lain mengatakan, asal-muasal nama Binjai dari “Binjéi” (“ben” dan “i-jéi”). Disebut demikian karena pada masa dahulu, Kota Binjai berada di jalur “Perlanja Sira” (tempat barter barang dagangan). Binjai sebagai kota lintas untuk beristirahat bagi pedagang dan pendatang yang berasal dari dataran tinggi Tanah Karo dan sekitar Langkat. Di sekitar Pajak Bahorok, sampai sekarang tradisi barter barang dagangan tersebut masih terjadi.
Sewaktu penulis ke Timbang Lawang Bahorok melewati sebuah tempat bernama Binjai. Tetapi, bukan kota Binjai sebagaimana dikenal sekarang. Dari penuturan warga Bahorok, di sinilah awal mula adanya pokok buah binjai yang tumbuh di sekitar sungai Binjai dan Langkat. Nama latin buah binjai mangifera caesia.
Bukan itu saja, Kota Binjai dan sekitarnya seperti Deli Serdang dan Langkat dikenal memiliki komoditi buah unggulan seperti rambutan, jambu madu, bengkuang, dan durian Bahorok. Selain tempat wisata, sudah lama dikenal Binjai dan di sekitarnya menjadi tempat kamping perkemahan dan tempat untuk tetirah beristirahat memulihkan kondisi psikis.
Baca juga: Petirahan di Timbang Lawan, Bahorok Langkat, Sumatera Utara
Saat ini, Kota Binjai menjadi transit pelancong mancanegara dan domestik yang ingin melanjutkan perjalanan menuju Konservasi Orang Utan Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser, Tangkahan, dan sejumlah tempat wisata air terjun seperti air terjun Karsima, Bukit Barisan, Teroh-teroh, Kolam Abadi, Air terjun Tongkat Lau Berte, dan Legenda Batu Katak. Dan SeMedan.com berencana akan mengunjungi semua tempat tersebut, Insya Allah.
Komentar