Tugu Nol Kilometer Islam di Barus Tapanuli Tengah bertujuan menandai masuknya Islam di Barus. Penggunaan istilah Islam masuk ke Nusantara atau Indonesia kurang tepat. Penyebutan yang benar adalah Islam pertama kali masuk ke Barus saja. Tidak perlu disertakan istilah Nusantara atau Indonesia. Sebab, akan menimbulkan kerancuan. Kendati riwayat Barus tergerus zaman, namun pada musim liburan, Kota Barus bertuah ramai dikunjungi untuk berziarah ke 44 makam aulia para sahabat nabi.
Di antara 44 makam tersebut yang populer antara lain Makam Mahligai, Makam Papan Tinggi, Makam Syaikh Ambar, dan Makam Batu Badan. Selain bersejarah,khazanah Kota Barus kaya dengan kuliner yang memanjakan lidah seperti katupek, katan sippulut bacakkak katan jo karambi khas Pesisir.
Sungguh keliru menyebut Barus bagian dari Nusantara. Nusantara itu tidak ada, itu karangan ngawur dan fiktif. Batas-batas wilayah Indonesia sekarang bukanlah wilayah Nusantara, dan batas-batas wilayah Nusantara dahulu maupun sekarang bukanlah wilayah Indonesia. Nusantara belum ada wujudnya hanya imaji abstrak penyebutan dari mulut ke mulut saja (word of mouth).
Indonesia bukan Nusantara, Nusantara bukan Indonesia. Keduanya paradoks dan bertolak belakang.
Seluruh wilayah Indonesia disebut Kepulauan Melayu, tetapi ironisnya sebagian orang menganggapnya sebagai Kepulauan Indonesia. Sejak kapan ada istilah Kepulauan Indonesia? Melayu bukan Indonesia saja, tetapi Indonesia sudah pasti bagian dari Melayu. Perlu diluruskan, Melayu bukan merujuk kepada satu suku tertentu (tunggal), tetapi himpunan banyak suku bangsa, maka jadilah bangsa tersendiri yakni Melayu.
Sudah dapat dipastikan, identitas Barus adalah Melayu yang sekarang penduduknya multietnik, multikultural dengan mayoritas agama Islam, Masehi (Nasrani) dan Permalim. Sebagian penganut agama Kristen Barus menyebut agama mereka dengan sebutan Masehi. Adapun bahasa sehari-hari di Kota Barus adalah Bahasa Pesisir Minang,Melayu, Tapanuli Utara – Tapanuli Selatan, dan Nias.
Baca juga:
Kota Barus dan Situs Sejarah Kejayaan Kota Pelabuhan di Sumatera Utara
Kabupaten Tapanuli Tengah, Pantai Barat Sumatera Utara
Sorkam Kiri Sorkam Kanan, Keindahan Aek Sibundong
Apabila pergi ke Barus, jangan mimpi dapat melihat pokok kayu yang menghasilkan kapur barus. Dahulu kapur barus diperebutkan oleh suku-suku bangsa dari kulit warna yang berbeda-beda. Kini, entah di mana yang namanya pokok kayu barus tersebut.
Dermaga-dermaga di Kota Barus yang dahulu berstandar internasional. Kini menjadi pelabuhan tua yang senantiasa berbenah. Semua yang pernah jaya kini seperti tidak ada apa-apanya. Peristiwa berlalu, musim berganti, sejarah terus digali, tetapi makna sejarah masih tersembunyi.
Barus adalah kota tua yang bertuah. Islam di Barus jangan bangga diri dengan nol kilometer masuknya Islam di Barus. Tetapi, bagaimana umat Islam Barus dapat menghidupkan amal-amal maqomi dan intiqoli (masjid dan rumah) dengan memperbanyak Dakwah La Ilaaha illallah, Taklim Wataklum, Zikir Ibadah, dan Khitmad.
Dengan demikian iman akan kuat, hidayah datang, rahmat turun dari langit bercurah-curah, dan keberkahan rezeki di suatu negeri berlangsung terus sampai beberapa generasi.
Sesungguhnya di balik kedatangan para sahabat nabi radiyallahuanhum ke Kota Barus, bukan sekadar berniaga tetapi datang untuk menyampaikan kalimat iman.Keluar di Jalan Allah-Khuruj Fi Sabillah dengan meninggikan kalimat thoiyibah “La Ilaaha illallah. Muhammadur Rasulullah.”
Akhirul kalam, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan diantara manusia agar mereka mendapat pelajaran. (QS Ali Imran: 140).
Komentar