Ketika senja tiba, langit yang tadinya biru temaram berubah menjadi hitam oranye. Dan dari kejauhan, matahari turun serendah-rendahnya. Bayangan sinar matahari berbinar di air sungai, dan sebagian lagi sinar matahari terhalang bukit. Aek Sibundong dalam bahasa setempat artinya air yang dingin. Bundong bisa juga bermakna setan yang meminta korban.
Menurut cerita warga, di Sungai Sibundong hidup buaya-buaya putih yang kini tidak diketahui lagi keberadaannya. Aek Sibundong arusnya tenang dan memiliki mata pusaran. Aek Sibundong adalah pemisah wilayah Sorkam Kiri dan Sorkam Kanan. Sebagian warga Sorkam Kiri dan Sorkam Kanan hidup sebagai pelaut, penggali pasir sungai dan berdagang di Pajak Onan.
Baca juga:
Makam Islam Tua Raja-raja Sorkam, Jirat Rondah
Banyak Jalan Menuju Kota Champora, Barus Tapanuli Tengah
Kargozari Amal 40 hari Keluar di Jalan Allah, Tapteng Barus
Tugu Nol Kilometer Islam di Tapanuli Tengah
Merambah Pulau Karang Eksotis di Tapanuli Tengah
Di dekat jembatan Aek Sibundong terdapat Pajak Onan yang tidak selalu ramai setiap harinya. Tetapi, pada waktu-waktu pekan saja. Seminggu paling-paling dua kali pekan dibuka. Karenanya, tidak mudah untuk mendapatkan dan membeli buah-buahan dan sayuran. Sedangkan ikan-ikan kecil mudah didapat di Sorkam Kiri dan Pasar Sorkam dekat Kualo (Kuala-Tangkahan).
Ikan berlimpah kecuali badai paceklik melanda, maka nelayan tidak melaut. Ikan merah biji nangka atau ikan bledang (ikan tali pinggang) mudah didapat. Di wilayah Pasar Sorkam terdapat satu kesepakatan bersama tidak boleh melaut di Hari Jumat.
Dahulu sekitar tahun 1980-an ketika belum ada jembatan penghubung antara Sorkam Kiri dan Sorkam Kanan, masyarakat menggunakan rakit untuk menyeberang. Rakitnya besar bisa cukup untuk menyeberangkan manusia dan mobil.
Komentar