Berwisata di Kota Medan memang selalu menarik. Selain dikenal dengan wisata kuliner dan belanja, kota multikultural ini juga dikenal dengan wisata sejarahnya. Banyak gedung dan arsitektur peninggalan Belanda serta berbagai situs peninggalan kerajaan Deli yang menjadi destinasi wisata menarik.
Selain itu, kota Medan juga kerap dijadikan destinasi wisata religi. Mengingat penduduk kota ini terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama yang hidup damai secara berdampingan, maka berbagai tempat peribadatan kerap dijadikan tujuan wisata.
Mengingat mayoritas penduduknya adalah muslim, maka banyak masjid Raya di Kota Medan yang menjadi tujuan wisatawan lokal maupun internasional.
Salah satu yang menarik adalah masjid Aceh Sepakat. Tiap Ramadhan seperti ini, masjid kebanggaan masyarakat etnis Aceh di Kota Medan ini memang menjadi salah satu tujuan wisata religi.
Banyak masyarakat Medan dan sekitarnya mengunjungi masjid raya Aceh Sepakat saat Ramadhan terutama menjelang buka puasa. Karena masjid ini tersohor dengan menu buka puasanya, yakni bubur kanji rumba dan nasi kari khas Aceh.
Sejak kumandang Ashar, masjid sudah dipenuhi oleh jamaah yang hendak melaksanakan shalat. Setelahnya, beberapa jamaah tetap tinggal di masjid guna menunggu waktu berbuka sekaligus menikmati keunikan arsitektur masjid yang megah.
Arsitektur masjid Raya Aceh Sepakat memang berbeda dari masjid kebanyakan. Masjid ini hanya memiliki satu kubah besar, namun jika berada di halaman masjid, pengunjung tidak akan melihat kubah tersebut melainkan hanya fasade berupa teras masjid. Kubah masjid hanya terlihat dari kejauhan berbentuk seperti lengkungan dengan ornamen menara kecil di tengahnya.
Bagian dalam masjid tidak terlalu istimewa, mungkin masjid ini memang didisain agar mampu menampung jamaah dalam jumlah besar dalam satu lantai sehingga tidak membutuhkan banyak ornamen seperti pilar ataupun tangga-tangga.
Ukiran ayat Al Qur’an dan Asma’Ul Husna tampak membingkai keempat sisi dinding bagian dalam masjid. Ornamen khas Aceh terlihat dari lampu gantung yang menghias di seluruh langit-langit masjid.
Setengah jam sebelum waktu berbuka, nazir masjid sudah menyilakan para jamaah untuk mengambil tempat di lokasi buka puasa yang terletak di halaman samping masjid. Di lokasi tersebut sudah tersusun rapi kursi dan meja untuk para jamaah. Di atas meja sudah terhidang teh manis, bubur kanji rumba, kurma dan jajanan pasar.
Setelah selesai shalat maghrib, di lokasi yang sama, jamaah disugukan makan malam dengan menu utama daging kari lengkap dengan sayur, buah dan lauk lainnya.
Karena sambutan dan pelayanan panitia buka puasa badan kenaziran masjid yang sangat baik, masjid ini tak pernah sepi jamaah berbuka puasa. Tidak kurang dari 500 porsi menu berbuka harus mereka siapkan setiap harinya. Bahkan jika akhir pekan, mereka harus menyiapkan 600 hingga 700 porsi.
Apabila jamaah membludak sehingga meja dan kursi yang disediakan panitia tidak mencukupi, panitia akan meminta sebagian jamaah untuk mengambil tempat di dalam gedung serbaguna yang berada tepat di sebelah kanan masjid. Dengan demikian semua pengunjung buka puasa bersama yang datang akan dapat terakomodir dengan baik.
Sebagaimana nama yang tersemat pada Masjid ini, keberadaan masjid Aceh Sepakat tidak lepas dari organisasi Aceh Sepakat serta keberadaan warga etnis Aceh itu sendiri. Kedatangan masyarakat Aceh di Kota medan sudah dimulai sejak zaman Kesultanan Aceh yang menjalin hubungan bilateral dengan Kesultanan Deli. Umumnya masyarakat Aceh datang ke Medan karena berniaga.
Hingga pada zaman penjajahan, dikabarkan banyak masyarakat Aceh datang membantu perjuangan masyarakat Medan dalam meraih serta mempertahankan kemerdekaan. Maka dari itu, banyak masayarakat Aceh yang kemudian memilih untuk menetap di Medan.
Seiring perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat Aceh yang harus bepergian Aceh-Medan, maka sebuah loket bus antar propinsi yang dahulu terletak di Jalan Gajah Mada menjadi pusat transportasi darat masyarakat etnis Aceh.
Lambat laun banyak warga etnis Aceh yang bermukim di Medan mengembangkan usahanya di sekitar kawasan Jalan Gajah Mada, Darussalam dan sekitarnya. Umumnya mereka membuka usaha kuliner Aceh seperti Mie dan warung kopi.
Untuk memfasilitasi kebutuhan warga etnis Aceh yang semakin menyebar, dibentuklah beberapa perkumpulan masyarakat guna menjadi wadah perkumpulan masyarakat Aceh di Sumatera Utara seperti Perkumpulan Masyarakat Aceh (PMA), Perkumpulan Masyarakat Pidie, dan sebagainya.
Guna menyatukan beragam perkumpulan ini, pada 31 Desember 1968 dibentuklah satu organisasi yang dapat menyatukan semua perkumpulan etnis Aceh di Sumatera Utara. Disnilah asal mula terbentuknya organisasi Aceh Sepakat.
Seiring waktu, orientasi organisasi Aceh Sepakat berkembang. Yang awal mulanya hanya wadah berkumpulnya mayarakat etnis Aceh di Sumatera Utara, lambat laun turut membangun dan mensejahterakan warga Kota Medan dan Sumatera utara dengan membangun beberapa fasilitas sosial dan keagamaan seperti sekolah, Masjid, rumah Sakit, panti Asuhan, hotel dan sebagainya.
Komentar