Perjalanan gila seorang diri menuju Pantai Putra Deli di pesisir Sumatera Timur adalah perjalanan indah tidak terlupakan. Jalur ke Pantai Putra Deli dapat ditempuh dari sejumlah alternatif. Cara paling mudah ke arah Bandara Internasional Kuala Namu (KNIA), langsung menuju Pajak Pantai Labu melewati Dusun III Pantai Labu Pekan dan Paluh Sibaji.
Dari sini melewati Jalan Jaya dan Dusun Burung. Petunjuk menuju Pantai Muara Indah dan Pantai Putra Deli tertera di pinggir jalan.
Sedangkan jika dari Kota Medan menuju arah ke Tembung-Batang Kuis-Ampera-Sugiharjo. Kesemuanya satu jalan lurus yang panjang. Kemudian berjumpa titi jembatan Jaya dan pilih arah ke Pantai Labu, nanti sama juga akan bertemu dengan Pajak Pantai Labu dan selanjutnya mengarah ke Pantai Putra Deli.
Berhubung karena SeMedan.com bertekad ingin memulai ekspedisi di sepanjang rute menuju Pantai Timur Sumatera. Maka, jalan yang dipilih adalah jalan melingkar (berputar). Mula-mula dari Medan, Bakti Luhur—Asrama—Kapten Sumarsono—Pertempuran—Cemara.
Setelah melewati persimpangan Jalan Cemara H. Anif—Irian Barat Sampali—Kesuma—Meteorologi Raya, kemudian melewati jembatan tol Belmera lalu mengarah ke Jalan Perhubungan Laut Dendang—Pendidikan—Perjuangan—Ampera. Di ujung jalan ini arah ke kanan menuju Batang Kuis, dan arah ke kiri menuju Pemandian Bima Utomo Waterpark.
Setelah melewati Pemandian Bima Utomo lurus saja, terus melaju sampai terasa jauh sekali. Setiap bertemu dengan warga setempat, kalau ditanya arah ke Pantai Putra Deli maka semuanya jawabannya sama, “Terusss, lurusss, lempang aja jangan belok-belok.”
Jalan yang dilewati adalah Jalan Batang Kuis—Pantai Labu, memang lurus saja dan jalannya rusak, berdebu, belum diaspal melewati rimbunan pokok kayu atau pohon sawit yang mati. Kadang-kadang tidak ada seorang pun yang melintas di jalan, baik pejalan kaki, pengendara sepeda motor atau mobil.
Terasa sebatang kara dan sunyi sekali. Sambil berkendara membaca doa dan bershalawat nabi semoga selamat sampai tujuan.
Yang paling mengkhawatirkan ketika sampai di percabangan jalan. Tidak ada siapa pun yang bisa ditanya, manusia tidak ada, binatang tidak ada, hanya ada rumput, batu-batu, debu-debu, pokok kayu, dan sang bayu. Berhenti sebentar dan berpikir jalan mana yang harus dipilih. Kalau mengambil ke kiri berarti kembali, berjalan ke kanan tidak tau akan berakhir di mana?
Pokoknya Bismillah, setiap ada percabangan jalan dan tidak ada orang yang ditanya maka mengambil arah jalannya ke kanan.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Setelah melewati jembatan rawa-rawa yang platnya berkarat dan bolong, sampailah di suatu perkampungan yang ada pajaknya (pasar), entah di mana, tidak ada tulisan apa pun di dinding kedai. Bertanya ke warga setempat dijawab dengan aksen logat Melayu Pesisir, lagi-lagi jawaban yang ditemui, “Lurus dan terus saja!”
Sepanjang jalan tidak jelas ujungnya dan berharap akan bertemu dengan Pantai Putra Deli ada tiga kali melewati perkuburan Muslim dan setiap lewat di pekuburan membaca “Assalamualaikum Ya Ahli Kubur.”
Pembaca, ini sungguh pengalaman, petualangan, dan perjalanan gila. Tetapi kalau mau dicoba boleh-boleh saja. Hampir-hampir “patang arang” putus asa tidak berkesudahan. Laut saja ada batas dan daratannya, tetapi mengapa jalan di darat ini seperti tiada habis-habis ujungnya. Begitulah terpikir selama perjalanan sekitar 2-3 jam dengan sepeda motor.
Setelah melewati Pematang Biara (masih satu jalan dengan Jalan Besar Rugemuk) barulah nampak bangunan sekolah, rumah ibadah masjid dan gereja, juga pengendara sepeda motor melintas, sebagian membawa peralatan pertanian, sebagian lagi membawa alat pancing. Tidak berapa lama kemudian, lagi-lagi sendiri terus menyusuri jalan berbatu.
Kemudian setibanya di Jalan Perintis Kemerdekaan Kecamatan Pantai Labu terlihat para nelayan tradisional menambatkan perahu bermotor dan ada juga yang menjala menjaring ikan. Lagi-lagi tanya sama penduduk setempat, jawabannya lewat jalan ini, jalan itu dan terus saja, tanpa diketahui apa nama jalan lintasnya. Bukan maksud penduduk tersebut ingin menyesatkan-menyasarkan jalan.
Sebenarnya lewat jalan yang manapun pasti akan bertemu, hanya lewatnya dari jalan mana dan arah yang berbeda.
Setelah melewati Serambi Deli, barulah tanda-tanda menuju ke Pantai Putra Deli sudah dekat. Ketika sampai di persimpangan Jalan Jaya Dusun Burung ada tertulis di pinggir jalan “Selamat Datang di Pantai Putra Deli” Denai Kuala, Kabupaten Deli Serdang. Dengan tulisan kecil semacam taglines Pantai Putra Deli, “Wisata menyentuh jingga, hangatkan jiwa,”
Perjalanan gila seorang diri belum berakhir, menjelang sampai ke arah Pantai Putra Deli, kanan-kiri ada peternakan ayam potong sehingga baunya khas sekali. Jalan di sekitar sini seperti di atas galangan tetapi berpasir. Jadi, jika naik kendaraan roda dua hati-hati ban slip, tidak bisa terlalu kencang, bisa-bisa tergelincir.
Akhirnya, semua proses ada hasilnya. Mulailah berjumpa dengan pemukiman rumah penduduk. Truk, mobil, sepeda motor, orang-orang lewat mulai ramai. Satu persatu nampak rumah penduduk. Sebagian menjemur ikan asin dan memperbaiki tali jaring ikan.
Jalan lurus terbentang panjang. Hutan-hutan mangrove berdiri kokoh. Sampailah di Pantai Putra Deli yang berada Denai Kuala Kabupaten Deli Serdang. Posisinya tidak begitu jauh dari Pajak Pantai Labu, Paluh Sibaji, dan bagian belakang landasan pacu Bandara Kuala Namu.
Harga tiket masuk ke Pantai Putra Deli untuk sepeda motor Rp. 10.000. Berhubung Hari Jumat pagi pengunjung masih belum berdatangan. Air pantai masih surut, siang hari baru agak pasang. Tercenung dan termangu sendirian menatap hamparan luas Laut Sumatera Timur. Berbicara dalam hati kepada angin dan ranting cemara, betapa kadang-kadang sebuah perjalanan, jauh lebih seru daripada tujuan itu sendiri.
Selanjutnya, setelah dari Pantai Putra Deli, ekspedisi perjalanan akan dilanjutkan menyusuri sepanjang Pantai Timur Sumatera yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka.
Komentar