Pertama kali yang ingin ditekankan, tulisan ini disajikan bukan bersandar kepada paham dan ilmu filologi dan linguistik. Tetapi, berdasarkan catatan perjalanan dan kebiasaan sehari-hari yang terjadi di Kota Medan.
Memiliki kebiasaan mencatat setiap peristiwa yang terjadi sehari-hari merupakan nilai tambah tersendiri. Sebab, seorang penulis sejati tidak dapat bergantung kepada Google untuk menambah pengetahuan dan memperkaya perbendaharaan kata. Ia harus turun ke jalan merobohkan opini publik dan memancang tiang pemikiran baru.
Oleh karenanya, jika penulis sudah menguasai khazanah kata dan bahasa. Maka, ia memiliki “senjata” penting untuk menyampaikan maksud. Menggunakan bahasa sebagaimana seorang munsyi, bukan lagi seperti seorang sarjana bahasa. Selanjutnya secara ototidak, belajar menulis memanen ilmu dari sastrawan besar Sutan Takdir Alisyahbana dan Pramoedya Ananta Toer.
Kemudian melengkapi bacaan “Kamus Bahasa Indonesia” susunan J.S. Badudu, WJS Poerwadarminta, Anton Moeliono, dan kritikus bahasa Rachmat Djoko Pradopo, dan Remy Sylado. Maka, sempurnalah semuanya. Termasuk ketika menyusun dan menafsirkan kembali “Kamus Bahasa Medan.”
Tetapi, di Kota Medan sangat anomali kondisinya alias tidak lazim. Bahasa dan kosa katanya terkadang tidak termaktub dalam kamus bahasa manapun seperti Melayu, Indonesia, bahasa daerah atau bahasa bangsa-bangsa di dunia. Ia murni prokem (arbitrer) dan slang (tidak resmi), bahkan cenderung absurd dan menjauhkan kepada maksud.
Adapun penyusunan “Kamus Istilah Bahasa Medan, Lengkap Unik Lucu” dikarenakan takjub terhadap bahasa Medan. Jadi, agar tidak lupa dan diingat terus sepanjang masa hingga zaman bertukar kurun. Maka, disusunlah sebuah kamus yang mudah dibaca dan dimengerti oleh semua generasi yang ada di Kota Medan dan di seluruh penjuru dunia.
Jika ditelusuri secara historis, sebenarnya Bahasa Medan tidak memiliki akar fondasi linguistik, dan tidak dapat disebut sebagai bahasa daerah. Melainkan bahasa yang luas terbuka, bebas ditafsirkan, dan tumbuh-kembang berdasarkan penuturan dari generasi ke generasi.
Pendek kata, kalau tidak pernah tinggal dan menetap di Kota Medan akan sulit sekali memahami Bahasa Medan dalam suatu obrolan. Sebab, Bahasa Medan tergolong unik, lucu, prokem, slang, dan arbitrer (suka-suka) hati saja yang penting intune (menyambung). Terkadang sepintas berupa kumpulan sinkretik, ekletik, dan kombinasi perpaduan bahasa dari semua etnis (masyarakat) yang hidup di Kota Medan.
Baca juga: Kamus Istilah Bahasa Medan, Lengkap Terbaru Unik Lucu Bagian 1
Di Kota Medan masyarakatnya sangat majemuk, multikultural sehingga kosakata (entri) bahasa Medan merupakan inti serapan dari semua bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing, tentu saja memiliki istilah tersendiri yang kadang berbeda dari generasi ke generasi. Prinsipnya Bahasa Medan, bahasa prokem dan slang. Absurd.
Di sinilah ajaib dan kontradiksinya Bahasa Medan tersebut. Tetapi, ingat filosofi dari sebuah komunikasi, bagian terpentingnya adalah intune (menyambung) satu sama lain. Selagi komunikator dan komunikan bisa berkomunikasi. Maka, terjadilah interaksi dan saling keterhubungan pemahaman.
Jika ada pemeo yang mengatakan, “Bahasa menunjukkan bangsa.” Begitu juga di Medan, “Bahasa menunjukkan kota.” Khusus kamus istilah kosa kata Medan akan disajikan pada bagian 3 dan tulisan edisi berikutnya.
Akhir kata, “Enak kali cuacanya, rintik-rintik kek gini. Cocoknya makan soto pakai rendaman handuk Jeniper sambil Mandi. ” Yang barusan contoh ungkapan khas Medan bercampur akronim sehingga keterbacaannya menjadi begini:
“Enak sekali suasananya, hujan gerimis. Cocoknya makan Soto Medan pakai babat dan jeruk nipis peras sambil minum teh manis dingin.”
Cuaca diserupakan dengan suasana hati. Khas Soto Medan berkuah santan pakai toge dan babat. Bentuk rendaman handuk diasumsikan seperti babat (bagian dari hewan kerbau, sapi atau lembu). Sedangkan jeniper adalah akronim untuk menyebutkan jeruk nipis peras dan begitu pula dengan mandi (manis dingin) untuk menyebut teh manis dingin.
Demikianlah sehari-hari Bahasa Medan, suka-suka hati saja, terpenting maksud hati bisa dimengerti, maksud rasa bisa diterima, dan maksud pikiran bisa diwujudkan. Asal jangan sampai, ikut hati mati, ikut rasa binasa, ikut pikir tergelincir.
Tabik!
Baca juga: Fakta dan Tempat Unik Lengkap Tentang Kota Medan Yang Perlu Diketahui
Sebelumnya: Kamus Istilah Bahasa Medan, Lengkap Terbaru Unik Lucu (1)
Komentar