Sambu dalam rekaman zamanku ramai, sekarang pun ramai tetapi tidak seperti dulu. Sambu dalam rekaman zamanku adalah terminal pelbagai jurusan yang menghubungkan banyak tujuan, sekarang tidak lagi.
Sambu dalam rekaman zamanku adalah kisah-kisah yang tidak dikisahkan seperti jaringan antar preman yang tikam-tikaman, kepala-kepala hewan ditambulkan, bahasan érék-érék yang berisi permainan judi dengan cara menjual kupon berisi angka.
Sudako dan tugu appolo, pasar ular, dan rayuan perempuan dalam box kaca, minuman keras dan minuman yang dikeraskan dijual bebas serta film-film fantasi erotis dan horor. Kini roman wajah Sambu sudah berubah. Semua tak sama, tak pernah sam.a
Sambu, Olympia, Sentral, Pajak Lama, Tugu Appolo, Jalan Veteran, Jalan Bintang, dan sekitarnya hampir-hampir masih seperti dulu keadaannnya. Setiap orang yang lalu-lalang mengorder barang atau membeli barang untuk diperjual-belikan lagi.
Pendek kata, sepintas Sambu mirip di Mumbai India. Di Mumbai semakin malam semakin ramai. Sedangkan di Sambu semakin malam semakin “mencekam.”
Dahulu, setiap tindak kejahatan yang dilakukan “preman Sambu.” Mereka akan lari ke suatu kota/tempat kemudian akan kembali lagi setelah kasus diputihkan.
Baca juga:
Gedung Nasional Medan (GNM) Sejak 1935
Robohnya Prasasti NICA dan Lokalisasi Belinun
Hati-Hati Banyak ‘Ular’ di Pasar Ular
Tetapi, kini kalau ada yang berbuat kejahatan dan tertangkap tangan oleh massa langsung dibalbal. Pamor preman zaman dahulu dengan ”preman kini” di era milineal kalah glamour.
Sambu dalam rekaman zamanku seperti tidak ada agama. Kini Sambu berubah berbenah, berubah. Tergugah!.
Komentar