Pasang-surut air Sungai Deli di Kota Medan merupakan seberkas keniscayaan sejarah Kerajaan Melayu Deli yang kini diabaikan. Dahulu, di Sungai Deli berpair perahu pemair (kapal penjelajah) mondar-mandir berlayar sampai ke laut.
Sungai-sungai di Kota Medan, termasuk Sungai Deli dahulunya merupakan jalur lalu-lintas air, tempat laju bahtera biduk dari sungai menuju danau atau ke pesisir laut Pantai Timur Sumatera dan Selat Malaka.
Harus diakui, ketika jalan-jalan di darat belum dibuat. Maka, seluruh urat nadi kehidupan dan perniagaan bersumber dari sungai. Kini keadaan sudah berbeda. Sungai tidak lagi dianggap sebagai berkah “bertuah” yang mendatangkan banyak keuntungan.
Sebaliknya sungai tercemari dan dianggap mendatangkan “tulah” malapetaka bagi habitat makhluk hidup, termasuk manusia.
Di Kota Medan sekurang-kurangnya dilintasi oleh delapan sungai yang bermuara ke Selat Malaka. Nama sungai tersebut antara lain:
- Sei Deli
- Sei Babura
- Sei Sikambing
- Sei Denai
- Sei Putih
- Sei Badra
- Sei Belawan
- Sei Sulang Saling
- Sei Kera
Jalur sungai pada masa itu yang paling strategis adalah Sungai Deli dan Sungai Babura. Itu sebabnya, letak Istana Maimun berada di dekat Sungai Deli dengan tujuan untuk memudahkan transportasi pelayaran dan perjalanan biduk, bahtera, pemair, dan kapal-kapal.
Sungai Deli membentang mulai dari Kabupaten Deli Serdang di dataran tinggi Tanah Karo. Panjangnya kira-kira 71,91 kilometer dengan lebar 5,58 km. Seharusnya Sungai Deli memiliki hutan alami yang berfungsi sebagai resapan air di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dengan demikian Sungai Deli bisa digunakan untuk sumber air minum. Tetapi, apa lacur sungai kotor tercemari dan berbahaya bagi lingkungan sekitar.
Kini setiap melewati Sungai Deli terutama ketika musim kemarau. Air sungai surut menyusut dan sebagian menjadi daratan. Sungai Deli seharusnya menjadi ikon Kota Medan untuk rekreasi wisata air seperti rafting, kano, dan biduk kecil.
Marilah merenung sejenak, di mana-mana di seluruh dunia. Sungai adalah simbol peradaban. Mereka yang menguasai sungai akan menguasai sumber kehidupan. Pengabaian terhadap sungai berarti menihilkan sumber kehidupan dan peradaban.
Akhir kalam, bisakah warga Kota Medan menghormati dan menjaga sungai, minimal sekali saja dalam seumur hidup? Sudah saatnya, sungai-sungai di Kota Medan diselamatkan dan dijadikan sumber resapan air yang berguna bagi habitat makhluk hidup.
Komentar