Yang satu ini biasanya tidak kita sukai menerima feedback dari atasan. Biasanya yang muncul adalah berbagai macam perasaan. Dan itulah masalahnya. Perasaan-perasaan itu akan menghindarkan kita dari isi pesan yang mau disampaikan si Bos. Apa yang bisa kita lakukan?
Sembuhkan diri kita
Susah membedakan jenis feedback yang kita terima. Bisa saja itu benar-benar bertujuan untuk pengembangan diri kita atau hanya merupakan luapan emosi negatif ke kita .Kita mungkin merasa, kita tau sekali gaya atasan kita dan menganggap bahwa kalimat yang dia gunakan adalah merupakan penyerangan kepada anda sebagai seorang individu.
Manusiawi sekali untuk selalu menganggap apapun yang atasan kita sebutkan sebagai penyerangan pribadi. Wajar juga kalau kita akan menghabiskan beberapa saat untuk mengumpat di belakang atasan atau membeli es krim yang banyak untuk mengobati sakit kita. Apa saja kita akan lakukan untuk ‘sembuh’ dari sakit itu. Jangan lama-lama ya. Dunia ini tetap berjalan.
Atasan anda tetap pulang ke rumah dan meneruskan usahanya dan mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Teman-teman kerja yang sempat tau pun harus segera meng-update gosip yang lebih baru dan lebih seru di pekerjaan. Intinya adalah, feedback itu hanya sebuah peristiwa, bukan inti dari seluruh cerita dunia.
Mainkan suara robot
Sudah sehat? Good! Sekarang pilih satu karakter robot masa lalu. Berapapun usia kita sekarang, paling tidak ada satu tokoh robot yang pernah kita tonton filmnya di bioskop atau televisi. Ingat-ingat gaya bicara mereka dengan intonasi datar. Nah, gunakan intonasi seperti itu ketika kita melakukan rekonstruksi adegan pemberian feedback dari si Bos. Kalau perlu tulislah seingat anda kalimat-kalimat itu dalam bentuk percakapan.
Turunkanlah satu tangga kadar kalimat. Untuk ‘Saya kecewa sekali, mereka dapat uang operator jadi korbannya’ coret saja kata ‘sekali’. Kita akan merasa lebih baik sekarang dan biasanya intisari yang kita dapatkan lebih objectiv ketimbang ketika prosesnya berlangsung atau beberapa saat setelah selesai.
‘Photoshop’ wajah atasan
Ketika kejadian itu kita putar ulang kembali di kepala kita, ‘tempel’ wajah si Bos dengan foto orang yang kita hormati dalam hidup ini. Mereka adalah orang-orang yang kita datangi untuk nasehat. Bisa saja orang tua kita, kakak, teman baik atau orang-orang yang kita pilih sebagai mentor dalam hidup ini. Pilihlah merka yang kita dengar dengan perasaan terbuka karena kepedulian mereka tulus demi kemajuan kita. Rasakan perbedaannya.
Berhenti bertanya ‘Mengapa’
Poin ini berlaku ketika hubungan kita dengan Bos tidak terlalu parah. Kita bisa memilih untuk membuat sebuah pertanyaan ‘kenapa’ selama proses perbaikan kita. Namun ada kalanya kita harus berhenti dan menerima feedback itu untuk kemajuan kita sendiri.
Itung-itung ketika suatu saat ada masalah besar yang merupakan puncak rusaknya hubungan kita dengan atasan, kita bisa mengatakan kepada diri kita sendiri ‘Saya sudah berusaha secara professional.’
Komentar