Museum Tsunami Aceh atau dalam bahasa Inggris “Aceh Tsunami Museum” adalah sebuah museum yang dirancang sebagai monumen simbolis untuk bencana gempa bumi dan tsunami Samudera Hindia 2004 sekaligus pusat pendidikan dan tempat perlindungan darurat jika tsunami terjadi lagi.
Rumoh Aceh as Escape Hill karya Ridwan Kamil memenangkan Sayembara Merancang Museum Tsunami Aceh yang diselenggarakan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR Aceh-Nias) pada 17 Agustus 2007 lalu.
Museum ini merupakan sebuah struktur empat lantai dengan luas 2.500 m² yang dinding lengkungnya ditutupi relief geometris. Di dalamnya, pengunjung masuk melalui lorong sempit dan gelap di antara dua dinding air yang tinggi untuk menciptakan kembali suasana dan kepanikan saat tsunami. Dinding museum dihiasi gambar orang-orang menari Saman, sebuah makna simbolis terhadap kekuatan, disiplin, dan kepercayaan religius suku Aceh.
Dari atas, atapnya membentuk gelombang laut. Lantai dasarnya dirancang mirip rumah panggung tradisional Aceh yang selamat dari terjangan tsunami. Ridwan Kamil merancang Museum Tsunami bukan sekedar sebuah museum pada umumnya, tapi dirancang dengan konsep sebagai ruang terbuka untuk publik, zona edukasi, zona perenungan dan pengingat serta tempat untuk memetik dan belajar banyak dari peristiwa dari tragedi tsunami Aceh, 26 Desember 2004.
Seperti di kutip dari perempuankeumala.com
- Fasad Museum Tsunami Aceh terinspirasi dari tari Saman yang menggambarkan hubungan antar umat manusia. Memasuki museum pengunjung akan melewati sebuah lorong yang disebut Space of Fear (Lorong Tsunami), suasana saat tsunami menggulung Aceh akan dirasakan di tempat ini. Aliran air di dinding sepanjang lorong yang sempit dan gelap disertai suara gemuruh air adalah refleksi ketakutan yang luar biasa ketika para korban berlari menyelamatkan diri dari kejaran air bah.
- Di ujung lorong ini pengunjung akan dibawa masuk ke Space of Memory (Ruang Kenangan) dimana terdapat 26 monitor yang menyajikan gambar-gambar peristiwa bencana tsunami. Satu peristiwa yang memilukan, namun ada hikmah dibalik semua kejadian itu.
- Kenangan pahit memang tak mudah untuk dilupakan, terlebih saat kita melangkah ke tempat perhentian dimana orang-orang yang kita kasihi bersemayam. Di balik semua kehilangan yang kita rasakan, ada DIA sumber kekuatan yang akan menuntun untuk terus melangkah. Dari Ruang Kenangan pengunjung akan diarahkan untuk masuk ke sebuah ruang perenungan yang disebut Space of Sorrow (Sumur Doa).
- Keluar dari sumur doa, pengunjung akan melewati Space of Confuse (Lorong Cerobong) yang didesain dengan lantai berkelok. Refleksi kebingungan para korban saat berusaha untuk menyelamatkan diri, mencari sanak keluarga dan kehilangan harta benda karena tsunami.
- Jangan berhenti, teruslah melangkah hingga kau temukan Space of Hope (Jembatan Harapan). Dalam setiap peristiwa yang kita hadapi selalu ada harapan untuk bangkit merengkuh cahaya yang baru. Meraih uluran tangan sahabat dan bergandengan tangan menuju hidup yang baru.
Bangunan ini memperingati para korban, yang namanya dicantumkan di dinding salah satu ruang terdalam museum, dan warga masyarakat yang selamat dari bencana ini.
Museum Tsunami Aceh mulai dibangun pada tahun 2007, diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Pebruari 2009 dan baru resmi dibuka untuk umum 8 Mei 2009.
Museum Tsunami Aceh
Baca juga:
Pantai Ujung Karang Meulaboh
Bus Aceh Terbaru, Paduan Antara Kemewahan dan Kenyamanan
Perjalanan Round Trip Medan-Aceh Timur Peureulak, Naik Bus Tanpa Tiket
Komentar