Pajak Petisah Medan adalah perpaduan antara pasar tradisional dan pasar modern. Pedagang di pajak Petisah Medan umumnya berasal dari rumpun suku-bangsa yang berbeda-beda mulai dari orang Tionghoa, India Tamil, Toba, Mandailing, Jawa, Melayu, Sunda, Minang, dan banyak lagi lainnya.
Tahun 70-an, Pajak Petisah mulanya berada di Pajak Bundar (sekarang tempat patung Guru Patimpus) yang berada di pertemuan Jalan S. Parman. Kemudian pindah ke Jalan Petisah tempat yang sekarang. Tahun lalu, 13 Juni 2014 sejumlah kios di Pajak Petisah Medan pernah terbakar.
Sedangkan asal-muasal nama Petisah sendiri tidak ada keterangan pasti. Kalau orang-orang dulu ditanya jawabannya bisa macam-macam: Ada yang bilang nama Petisah karena dulunya ada pabrik es terkenal bernama Petojo Isj disingkat menjadi Petis-ah. Ada yang setengah bergurau mengatakan, Petisah karena dulunya ada kuburan orang Tionghoa (dulu Taman Ria dan Medan Fair-sekarang Carefour Plaza Medan Fair).
Orang Tionghoa kalau meninggal masuk peti dulu baru sah. Wallahu A’alam dan harus ada yang menjelaskan hal ini secara ilmiah.
Letak Pajak Petisah Medan berada di antara pertemuan banyak jalan strategis yakni, Jalan Gatot Subroto, Jalan Petisah, Jalan Nibung Raya, Jalan Kota Baru, Jalan S. Parman, Jalan Mojopahit, Jalan Iskandar Muda (dekat Medan Plaza yang terbakar) dan jalan-jalan lainnya. Artinya, jalan dari mana saja bisa tembus ke Pajak Petisah.
Oleh karenanya, jika ada wisatawan dan pelancong domestik dan mancanegara yang menanyakan di mana letak Pajak Petisah. Maka akan sulit sekali menjelaskannya. Selain, tempatnya yang luas dan sepanjang Jalan Gatot Subroto.
Penjualnya pun terpisah-pisah seperti pada Pajak Petisah luar (depan Plaza Medan Fair-Carefour) ada yang menjual sepatu, sendal, baju, makanan, dompet-dompet, asesoris dan pada Pajak Petisah bagian dalam ada juga yang menjual barang serupa dengan harga sedikit berbeda.
Barang-barang yang dijual di Pajak Petisah umumnya beraneka rupa mulai dari pakaian, kebutuhan ritel, sembako dan oleh-oleh khas Medan termasuk ikan asin sampah, ada juga furnitur perabot, kuliner vegetarian dan non-vegetarian (Baca juga: Restoran Khusus Vegetarian di Medan), sayuran, buah-buahan dan manisan, perlengkapan bayi, underwear, kerajinan, barang pecah-belah, emas, gorden, masker kabut asap, asesoris (gelang kalung-anting-cincin), mainan, sepatu-sendal, baju Muslim, dan teramat banyak sekali yang bisa disebutkan.
Rata-rata kalau pakaian (fashion), pedagang di Pajak Petisah akan mengatakan barang tersebut berasal dari impor Korea, Thailand-Bangkok, Hongkong. Jarang yang menyebutkan barang dari Jakarta atau Bandung. Kisaran harga yang ditawarkan untuk satu potong baju atau rok polkadot (corak pada kain berbentuk bulatan) perempuan bisa mencapai 300-500 ribu dan jangan malu untuk menawar.
Bukan itu saja, kain sulam dan songket timbul serta jenis-jenis telekung (mukena) yang eksklusif seharga sejuta juga ada di Petisah. Hampir semua grosir pakaian yang ada di Petisah memakai nama butik.
Memang kalau diperhatikan barang-barang di Pajak Petisah Medan cantik-cantik dan trendi modis. Jangan bandingkan barang di Petisah dengan Pajak Melati.
Baca juga: Pajak Melati “Pamela Monza,” Minggu Pagi Sepi Sekali
Akhirul kata, jangan ditanya bagaimana semwarut dan macetnya Pajak Petisah Medan, terlebih pada siang dan sore hari. Terpenting shoping dibawa hepi saja. Soal harga relatif dan masih terjangkau, pokoknya dijamin puas. Dan kalau ada orang Medan yang belum pernah ke Pajak Petisah, rugi serugi-ruginya.
Komentar