Subhanallah, mata terasa segar tatkala memandang air Danau Toba yang membiru sebiru langit. Danau Toba terjadi bukan karena fenomena alam dan cerita legenda. Melainkan atas kehendak Allah SWT (prima causa). Keindahan Danau Toba menjadi biasa karena sudah dilihat untuk kesekian kali. Selain menikmati mandi air danau, ada satu lagi yaitu “mandi angin,” merasakan angin berhembus menyapu rupa.
Dan suara angin menderu deras seperti kumpulan aliran udara dalam jumlah besar kemudian bergerak dari tempat tinggi dan menyusut turun ke tanah. Danau Toba, masih menjadi tempat liburan favorit keluarga, anak-anak sekolah, dan orang kantoran menghabiskan week-end liburan panjang tahun baru.
Kalau dipikir-pikir mungkin terdapat ribuan artikel, feature, foto, dan dokumentasi yang membahas Danau Toba Parapat dari pelbagai sudut pandang. Di antara ungkapan dan ekspresi yang paling sering diucapkan adalah “Keindahan Danau Toba” tetapi apakah Danau Toba hanya menawarkan keindahan? Ataukah ada tawaran lain yang lebih mendalam dari sekedar rasa indah.
Keindahan yang tidak terlihat adalah karunia besar bahwa memang benarlah bumi, danau, samudera, langit, hutan-hutan, dan semuanya adalah ciptaan Allah SWT. Keindahan adalah abstrak. Sekilas dapat dirasakan tetapi bagaimana mengingat bentuk keindahan tersebut. Dahulu Danau Toba terasa indah di mata, kini biasa saja. Dahulu Danau Toba membuat nelangsa, kini macam tawar dan hampa. Apakah yang berubah, keindahan ataukah jiwa manusianya.
Memang, sudah fitrah manusia ingin berkontemplasi (merenung) dan mencari hakikat sejati apa yang ada di dalam dasar diri manusia. Tetapi, sayangnya manusia hanya mengikuti dorongan akal, hawa nafsu, dan ikut suara hati yang tidak ada iman. Apabila nafsu diikuti maka akan timbul banyak kekecewaan.
Menjelang akhir tahun, biasanya banyak pelancong berdatangan ke Danau Toba Parapat. Ada yang ingin merenungi dan meratapi dosa-dosa terdahulu, dan kemudian ingin terlahir menjadi manusia baru di tahun yang baru. Ada yang ke Danau Toba khusus bersenang-senang party (pesta), seolah-olah manusia hidup seribu tahun lebih lama, padahal nyawa tinggal di tenggorokan dan ubun-ubun kepala.
Ada yang ke Danau Toba ingin mengabadikan sunrise dan sunset. Mengamati matahari terbit dan matahari terbenam serta daun-daun yang tumbuh dan melihat ikan air tawar yang berenang berkejar-kejaran sebelum pemijahan.
Di akhir zaman, sedikit sekali manusia yang berdoa dengan penuh rasa syukur atau merenungkan atau berpikir penuh dan mendalam mencari nilai-nilai, makna, manfaat dan tujuan dari sebuah penciptaan.
“Mandi Angin” di Danau Toba dapat menghubungkan satu kenangan kepada kenangan lainnya, satu harapan kepada harapan berikutnya. Tahun baru yang baru pun akan segera berlalu.
Yang terjauh adalah masa lalu, dan yang terdekat adalah kematian. Tinggalkan berharap kepada manusia, nanti banyak kecewa. Berharaplah kepada Allah. Tinggalkan meminta kepada makhluk, mintalah kepada Allah. Makhluk tidak kuasa, Allah Maha Kuasa.
Selamat Tahun Baru 2018. Selamat memperbaharui iman dengan banyak-banyak mengucapkan kalimat thoiyibah “La Ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah.” Salam!
Komentar