Kunjungan pelancong ke Kota Medan umumnya mencari oleh-oleh seperti Bika Ambon, Teri Medan, Bolu Meranti, Dodol Tanjung Pura, Kue Kacang Tebing Tinggi, Pancake Durian, Kopi Lintong, Ombus-ombus Melayu dan seterusnya. Tetapi, jarang yang mencoba tempe dan tahu olahan Medan asli dengan kualitas kedelai super. Semasa SBY menjabat Presiden RI, setiap kunjungan ke Medan, beliau mencicipi tempe dan tahu buatan Medan. Tempe Medan berbeda bentuk dari tempe mendoan yang tipis dan lebar.
Tempe Medan lebih tembam, kacang kedelai besar-besar dan berwarna kuning. Sekalipun diolah dan dimasak tradisional. Cita-rasa tempe Medan terasa renyah dan gurih. Pendek kata, penggemar tempe pasti jatuh hati.
Di Kota Medan yang masih setia mengolah dan memasak tempe secara tradisional. Satu di antaranya berada di Pabrik Tempe Setia Luhur Medan dan dikelola Hanafi 30 tahun. Pengusaha tempe ini sudah berkecimpung sepuluh tahun dan paham betapa sulit membuat tempe tanpa menggunakan kedelai kualitas super.
Sekalipun usaha tempe telah dirintis oleh orangtua Hanafi. Tidak serta-merta ia bisa langsung sukses memasak tempe. Semua butuh proses dan latihan yang alot. Ia juga belajar kepada tukang-tukang tempe yang lain dan mendengar suara konsumen.
“Pokoknya, aku bisa membuat tempe dengan kualitas yang disukai konsumen. Termurah, terbaik, terenak, terbesar, semua yang untung orang itu. Kalau kita memenuhi kebutuhan mereka, konsumen bergantung kepada kita. Itu politik dagang aku.” Kata Hanafi diselingi derai tawa.
Dari pengamatan di lapangan, memasak tempe tidak sembarang asal merebus. Ada teknik tersendiri yang didapat dari hasil belajar dan percobaan berulang kali. “Merebus kacang sekitar 3 jam. Tetapi, kacang direbus 10 menit pun bisa masak, hanya saja kacang tidak boleh 10 menit. Sedangkan jika direbus 15 menit, kacang bisa lonyot.”
Hanafi menambahkan,“Api dikecilkan, masaknya harus slow. Kayu itu stelannya, taksirannya bukan hitung pake komputer. Kayu pada musim panas, dan pada musim hujan akan berbeda dalam pembakarannya. Setelah kacang direbus, diangkat ditaruh di tong drum, bisa juga di dandang alumunium.” Hanafi menjabarkan dengan panjang lebar dan sangat serius.
Sesekali, Hanafi menyesap rokok dan meneruskan cerita. Ia juga berangan-angan ingin membuat semacam foodcounter atau foodtruck. Tempe digoreng dan langsung bisa dinikmati sebagai kudapan ringan oleh para pembeli yang datang dari luar Kota Medan.
Tidak terasa hari sudah mulai sore. Ingin sekali rasanya berbincang lebih lama. Kemudian dengan hati senang. Sebelum pamit, bapak Hanafi membekali tempe asli Medan yang jika sudah digoreng rasanya jelas lebih enak daripada tempe mendoan.
Baca juga:
Kuliner Malam Kota Medan, Jalan Pagaruyng Kampung Keling
Komentar