Dari namanya sudah pasti Lily Suheiry bukanlah orang Melayu Deli. Tetapi, sekurang-kurangnya ia sudah memberi warna tersendiri bagi perkembangan seni musik di Tanah Deli, khususnya alat musik gesek bernama biola.
Lily Suheiry berdarah Sunda. Kalau kita belajar sejarah “tingkat tinggi dan mendalam” antara Sunda dan Melayu itu punya kedekatan yang luar biasa, tetapi orang awam sulit mempercayai hubungan ini, Sebab, tidak pernah belajar dan bernalar, terlebih lagi membaca buku.
Karenanya, tidaklah mengherankan jika Lily Suheiry mampu menangkap isyarat zaman yang sama, semasa Seni dan Sastra Melayu sedang dilambung ombak, dan akhirnya karam di “lautan berduri”.
Bahkan, kini orang Melayu di Tanah Deli, tidak lagi peduli, ironis. Coba simak syair dan lirik Lily Suheiry sebagaimana gubahan syair Melayu yang berdesir di antara denyut gesekan tali biola, sungguh menyayat kalbu.
Pria berbintang Capricorn yang lahir di Bogor pada Hari Kamis, 23 Desember 1915 ini semasa hidup beralamat tinggal di Lorong II, Jalan Multatuli Medan. Meski lahir di Tanah Sunda, sesungguhnya Tanah Deli-lah yang beliau cintai. Saat Lily kecil berusia 1 tahun sudah dibawa oleh ibu dan kakeknya ke Berastagi, Sumatera Utara.
Bakat musiknya sudah ada sejak kecil dan sempat belajar kepada Boris Mariev. Kemudian kira-kira sekitar tahun 1930-an semasa remaja, Lily Suheiry bergabung dengan Opera Bangsawan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika kemasyhuran Lily Suheiry sebenarnya di atas Idris Sardi.
Tetapi, jika beliau masih hidup di usianya yang ke 100 tahun (1915-2015), hampir-hampir tidak ada lagi generasi yang menuliskan dan membicarakan ihwal Lily Suheiry. Bukan itu saja, liputan dari sejumlah media di Kota Medan dan media lokal Jakarta yang mengaku nasional itu pun sepertinya enggan, entah apa gerangan alasannya.
Padahal Lily Suheiry adalah seorang komposer terkenal. Tahun 1950-an, lagu Lily Suheiry berjudul, “Selayang Pandang” sudah didendangkan di muka PJM [paduka jang mulia], Presiden RI Ir. Soekarno.
Jangan mengaku suka musik Melayu Deli, tetapi tidak tau lagu “Selayang Pandang,” sungguh kelewatan. Lagu ini adalah ciptaan Lily Suheiry dan ada beberapa versi, baik yang dinyanyikan oleh penyanyi Said Effendi maupun yang dipopulerkan oleh Eddy Silitonga. Tetapi, yang paling fenomenal katanya lagu “Aras Kabu.”
Akhirul kalam, sebagaimana semua benda di dunia ini yang memiliki bayang-bayang. Begitu pula dengan ketenaran Lily Suheiry yang memiliki bayang-bayang kehampaan, tidak lagi dikenang bahkan mulai hilang dari ingatan semua orang.
Sekali-kali cobalah menyusuri persimpangan Jalan Listrik dan Jalan Palang Merah, di situ ada sebuah patung seseorang yang sedang bermain biola. Patung ini dibuat sebagai tanda penghormatan kepada komponis Lily Suheiry. Tahun pembuatannya 1987 semasa H. Agus Salim Rangkuti menjabat sebagai Walikota Medan.
Kini, sayangnya bentuk patung Lily Suheiry, tidak lagi dapat dikenali (absurd). Padahal ini hal penting supaya khalayak tahu di usianya yang ke 100 Tahun (1915-2015) ternyata karya-karya Lily Suheiry masih membekas di hati semua generasi.
Komentar