Sahabat SeMedan.com, baru-baru ini Google merayakan 101 tahun digunakannya lampu lalu-lintas untuk mengatur laju kendaraan di persimpangan jalan secara bergantian. Bayangkan, sudah 101 tahun sejak tahun 1869 lampu lintas digunakan, sedikit dari kita yang mau belajar, terlebih-lebih apabila kita melihat kondisi lalu-lintas di Kota Medan.
Potret lalu-lintas di Kota Medan bisa dikatakan padat setiap harinya. Kecuali, Hari Minggu dan Hari Libur. Jalan-jalan umumnya terlihat lebih lengang di pagi dan siang hari. Kemudian bertambah ramai pada sore dan malam harinya.
Pada hari dan jam kerja, di ruas jalan-jalan tertentu lalu-lintas di Kota Medan semua jenis kendaraan menumpuk di satu lajur sebagaimana terlihat dalam gambar. Mungkin, hal tersebut tidak aneh dan terjadi hampir merata di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Tetapi, kalau orang luar datang ke Medan mereka akan terkejut melihat betapa semrawutnya lalu-lintas di Kota Medan.
Apalagi melihat tingkah laku pengemudi becak motor dan supir angkot yang umumnya berhenti dan berbelok sesuka hati tanpa lampu tanda dan aba-aba. Hal ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Kemudian, pada malam hari misalnya, becak-becak pencari “nasi babi‘ (Parnap) seringkali tidak menggunakan lampu sehingga kalau tidak hati-hati bisa tertabrak.
Baca juga:
Ketertiban Lalu Lintas Kota Medan Semakin Memprihatinkan!
Jangan heran, hanya di Kota Medan orang terkadang berkendara seperti Ghost Rider (pengendara hantu), cepat kurang cepat, kencang kurang kencang. Tidak ada istilah menginjak rem, yang ada hanya tancap gas, kurangi sedikit, lalu melaju lagi sampai menepi.
Anehnya, secepat-cepatnya melaju dan cenderung terburu-buru di persimpangan lampu merah kita bertemu lagi. Rasanya seperti mengalami situasi dan ilusi bahwa “dekat tidak bersentuhan dan jauh tidak berjarak”.
Saat berhenti di persimpangan lampu merah, di sinilah kita dapat belajar banyak hal. Satu di antaranya mengenai pesan-pesan di layar digital “running text” seputar pentingnya untuk tertib lalu-lintas, mengenakan sabuk pengaman, dilarang menggunakan ponsel saat berkendara, tertib lalu lintas cermin masyarakat, dan lain sebagainya.

Perempatan Lampu Merah di Kota Medan.
Sebenarnya, berapa lamakah waktu untuk berhenti (lampu merah) dan waktu untuk jalan (lampu hijau)? Mengapa lampu hijau terasa sebentar sedangkan lampu merah terasa begitu lama? Itulah sebabnya, saat berada di persimpangan lampu merah. Khususnya pengendara roda dua selalu ingin terdepan. Begitu, durasi lampu merah akan habis dan berganti kuning sebagai tanda hati-hati untuk siap berjalan.
Sebagian pengendara sudah berjalan, hanya di Kota Medan itu berarti “Lampu Kuning” artinya jalan. Jadi, bukan lampu hijau berarti jalan. Tambah lagi, teriakan supir angkot, “Woi Maju Kau!” dan klakson pengendara dari belakang yang tidak sabar. Biasanya teriakan akan dibalas dengan teriakan dan makian akan dibalas dengan makian. Dipikirnya orang yang di depan tidak ingin segera jalan. Inilah sebagian kecil gambaran potret dari lalu-lintas di Kota Medan.
Baca juga: Fakta dan Tempat Unik tentang Kota Medan Yang Perlu Diketahui
Komentar