Limau Manis merupakan nama kelurahan di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Kata orang, di Limau Manis terdapat Panté Jepang. Dalam idiom orang Medan dan Sumatera Utara, Panté berarti sungai atau aliran air. Bukan “Pantai” dengan lafaz “Pante” yang berarti lautan lepas, samudera biru, pasir putih, batu karang, camar menyambar ikan, dan ombak menepis buih. Guna memastikan tentang “Panté Jepang”.
SeMedan.com memulai perjalanan menyusuri Jalan Limau Manis Pasar XIII, Pasar IV sampai tembus ke Medan Senembah. Sebaiknya jangan tergopoh membuka Google Maps, nikmati proses perjalanan. Jika mulai kesasar baru buka peta dan tanya orang. Tidaklah sulit menemukan Panté Jepang sebagaimana disebut orang.
Nama Limau Manis sendiri di seluruh dunia banyak sekali maknanya. Di Brunei Darussalam, Limau Manis adalah nama sebuah sungai di kota tua sekitaran abad 10 Masehi. Kemudian, limau manis berarti juga jeruk yang manis.
Saat dahulu orang gandrung batu akik, limau manis adalah batu akik yang dicari orang, karena dipercaya mengandung energi positif dan dapat menjernihkan pikiran seseorang.
Setelah melintasi Jalan Limau Manis Pasar XIII, Pasar IV melewati Pajak Limau Manis dan perbatasan Medan Senembah, kondisi jalan rusak parah. Kalau naik sepeda motor seperti berada di punggung rodeo banteng. Terasa melonjak, menjompak dan bergelombang. Jika perjalanan diteruskan dari Medan Senembah tembus jalannya ke Talun Kenas dan Armed Deli Tua.
Dari Masjid Nurul Iman Limau Manis ada persimpangan dekat dengan kedai makan Pondok Bambu dan sebuah gerai market modern Alfa Midi. Di persimpangan inilah ada sebuah jalan namanya Nusa Indah. Jalannya menurun seperti lembah sampai kemudian berjumpa dengan titi atau jembatan yang ada sungai dan sebuah kolam pemancingan. Di samping sungai ada warung-warung tenda tempat menjual es kelapa muda, aneka macam mie dan gorengan.
Nama sungai tersebut tidak tau, apakah Sungai Deli ataukah Sungai Blumei. Tetapi, orang tempatan menyebutnya “Panté Jepang” khusus untuk lokasi tersebut. Kemudian, ada satu lokasi lagi yang disebut “Panté Jepang” berupa perumahan tetapi bukan dibangun oleh developer melainkan masyarakat yang membeli tanah kaplingan. Letak perumahan di atasnya berada di tubir (pinggir) tebing.
Setelah ditelusuri, istilah Panté Jepang muncul pertama kali, ketika ada penduduk asli orang situ menjual tanah ladangnya kepada orang Jepang yang katanya menjadi kontraktor untuk pembangunan Bandara Kuala Namu. Sedangkan nama Panté Jepang karena orang Jepang pernah mandi-mandi di sungai yang tidak jauh dari lokasi galian tanah. ,
Kini Limau Manis semakin legit bagi pengembangan properti mengingat dekat dengan Bandara Kuala Namu. Sejak KNIA dibuka, Limau Manis tumbuh pesat karena termasuk dalam MP3EI (Masterplan Percepatan Pembangunan Perluasan Ekonomi Indonesia). Sayangnya, percepatan ini tidak diimbangi dengan penguraian titik kemacetan yang kerap terjadi di sekitar pintu tol keluar Tol Tanjung Morawa dan Simpang Kayu besar sampai terus di pertemuan Simpang Batang Kuis dan Limau Manis. Kendaraan harus memutar di lajur sempit di tengah padatnya lalu-lintas kendaraan melaju kencang.
Jadi, sudah jelaslah bahwa Panté Jepang, tidak ada korelasinya dengan jejak Jepang tempo dulu di Sumatera Utara. Kecuali, memang di kemudian hari ditemukan data sejarah yang menguatkan hipotesis tersebut. Sayonara!
Baca juga:
Restoran Pesawat di Tanjung Morawa
Komentar