Saat berkendara menuju Stabat via Buluh Cina Tandem Hilir. Ada sebuah bangunan tua sisa kolonialisme Belanda bernama BPUK Kasih Perdamaian (Badan Perkumpulan Umat Kristiani). Tidak jelas, apakah ini rumah Belanda yang dibuat kantor BPUK atau pada mulanya memang bangunan BPUK. Tertera lambang salib kristus berwarna merah pada plang BPUK.
Bangunan BPUK menarik sekali untuk dipelajari. Dari segi fisik, gaya konstruksi bangunan sepintas mirip rumah Nias dengan lengkungan bundar sisi kanan-kirinya. Tetapi, bubungan atap mirip rumah adat Sunda berbentuk kubah kerucut tumpeng. Sayangnya, tdak ada literatur dalam Bahasa Belanda, Jerman, Inggris yang menerangkan bangunan BPUK tersebut.
Di Kepulauan Melayu yang membentang dari Sabang-Merauke, Mianggas-Pulau Rote. Nama Buluh Cina masih terus mengalami penafsiran dan pendalaman kajian sejarah. Di Indonesia nama Buluh Cina selain di Sumatera Utara, terdapat juga di Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia.
Perbedaannya, Buluh Cina yang di Kampar Riau adalah kampung tamasya untuk destinasi wisata yang tidak “terlalu tersentuh” teknologi dan mengandalkan alam asli yang masih asri dengan pepohonan dan sungai. Sementara Buluh Cina yang Sumatera Utara, perlahan dari perkebunan tebu dan tembakau mulai tergerus dengan pembangunan properti. Miris.
Bahasan kali ini adalah Buluh Cina (Boeloe Tjina) yang berada di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pemberian nama Buluh Cina sudah ada sejak dulu yang berada di Pantai Timur Sumatra (Sumatra’s Oostkust) yang berdasarkan peta 1862 dan berbatasan langsung dengan Langkat.
Dari cerita yang berkembang agak membingungkan ketika Buluh Cina dikaitkan dengan Kota Lama/Situs Kota Cina di Medan Marelan. Kemudian dahulu, katanya, Pantai Timur dibatasi dan dialiri oleh Sungai Tamiang dan masih berada dalam awasan Kerajaan Siak.
Lalu di tahun 1880, terdapat nama Baloe Tjina atau Boeloe Tjina sebagai wilayah tersendiri yang mulanya dari sebuah onderafdeeling (kecamatan) menjadi plantation (onderneming) perkebunan. Kemudian yang mengaburkan keterangan nama “Buluh Cina” ditulis dengan “Bulu Cina” tanpa huruf “H”. Beda satu huruf menjauhkan makna.
Buluh berarti bambu, sedangkan bulu adalah rambut halus yang tumbuh pada kulit manusia. Lalu kata “Cina” itu sendiri menerangkan apa? Orangnyakah? Asalnya Buluh, bambu yang berasal dari negeri Tirai Bambu Tiongkok atau apa.
Mengapa nama Buluh Cina menjadi pembicaraan? Sebab, dalam catatan ekspedisi John Anderson yang mengunjungi Sumatera Timur pada tahun 1822 ada dua jalur pelayaran penting yaitu, Sungai Deli dan Sungai Belawan yang bertaut juga ke Buluh Cina dan Situs Kota Cina.
Sayangnya, begitu banyak hal bisa digali di Buluh Cina, belum ada sumber valid yang dapat dijadikan referensi. Termasuk bangunan-bangunan tua seperti BPUK di PTPN II Kebun Tandem Hilir. Buluh Cina sudah lebih dahulu menjadi sorotan penting jauh sebelum kompeni menginjakkan kaki di bumi Sumatera Utara.
Komentar