Sejak Bandara Internasional Kuala Namu (KNIA) dibuka untuk umum seakan-akan dari sinilah semua peta bisnis ekonomi Sumatera Utara diukur. Perlahan tetapi pasti, harga tanah di Kampung Kuala Namu dan Kecamatan Batang Kuis, Kecamatan Beringin, dan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang-Lubuk Pakam semakin hari melambung tinggi. Pengembang properti dan penjual tanah beralasan, “dekat Bandara Kuala Namu.”
Dekatnya berapa meter, jauhnya berapa lama, tidak ada patokan. Pokoknya, perkataan “dekat bandara” memiliki daya jual tinggi.
Jika dalam perjalanan sebelumnya dari Medan menuju Kuala Namu via rute Jalan Batang Kuis-Bandara Kuala Namu berjarak 39 Kilometer dari Kota Medan. Kali ini dari arah sebaliknya yaitu, Lubuk Pakam menuju Kuala Namu yang ternyata dengan naik sepeda motor hanya memakan waktu tempuh sekitar 10 menit saja.
Bukan tidak mungkin jika Lubuk Pakam dikembangkan lebih besar lagi sebagai sentra bisnis dan ekonomi Sumatera Utara. Maka, Kota Medan barangkali akan tidak diminati lagi untuk berinvestasi.
Mari merenung sejenak, dahulu sebelum Bandara Kuala Namu dibuat. Bandara Polonia menjadi bandara utama di Kota Medan. Kemudian seiring zaman, Bandara Polonia dinyatakan tidak laik lagi karena sudah padat dan dekat sekali dengan rumah penduduk.
Padahal dulunya di sekitaran Polonia adalah sawah-sawah. Kemudian Bandara Sumatera Utara pindah ke Kuala Namu dengan alasan bandara harus berada jauh dari pemukiman penduduk.
Kalau diperhatikan, kondisi dan situasinya sama persis dengan sekitaran Bandara Kuala Namu terutama Kecamatan Batang Kuis, Aras Kabu, dan Bakaran Batu. Perlahan tetapi pasti sawah-sawah musnah, berganti properti, semakin hari bertambah banyak rumah-rumah penduduk.
Bukan hanya rumah, ruko-ruko dengan cepat berdiri, lahan baru sedang disiapkan untuk rest area, perkantoran dan juga gudang kargo ekspedisi. Semua berlangsung belum lagi sampai satu windu berdirinya Kuala Namu.
Pantaslah tamu-tamu dari luar Sumatera Utara ketika mendarat di Kuala Namu bertanya, “Mengapa tidak ada kata Selamat Datang di Kota Medan. Jadi bandara Kota Medan di mana?” Pertanyaan ini sepele tetapi akan sangat memusingkan untuk menjawabnya. Sebab, ternyata
Kota Medan dengan Bandara Kuala Namu berjarak 39 kilometer. Lebih dekat lagi kepada Kota Lubuk Pakam, Kota Tebing Tinggi atau Kota Tanjung Morawa.
Kalau dicermati, belakangan hari semua kota-kota satelit (pendukung) sudah padat dengan pemukiman. Masih relevankah, jika ada yang mengatakan sebuah bandara harus jauh dari pemukiman penduduk?
Orang yang mengatakan perkataan seperti itu, tidak pernah berpergian melihat perkembangan Sumatera Utara dan hanya bangga dengan pemahaman Kota Medan yang dahulu saja di era 90-an. Kedan, Medan sudah berubah!
Jadi, boleh-boleh saja orang Lubuk Pakam mengatakan “mereka” punya bandara karena memang Lubuk Pakam saat ini yang paling dekat dengan bandara. Terbayang beberapa tahun silam ketika Polonia masih ada dan posisinya dekat perumahan penduduk.
Pesawat mondar-mandir take off-landing dan bermanuver seperti itu jugalah yang penulis rasakan ketika sedang berada di Kota Aras Kabu, Bakaran Batu, dan Lubuk Pakam. Sekali lagi, masih relevankah perkataan bandara harus jauh dari pemukiman penduduk?
Antara Kota Medan dan Lubuk Pakam adalah dua Kota Istimewa di Sumatera Utara. Satunya sebagai ibukota Sumatera Utara, sedangkan Lubuk Pakam sebagai ibukota Kabupaten Deli Serdang yang wilayah geografisnya paling besar di Sumatera Utara.
Kalau Lubuk Pakam mau menjadi kota besar yang berbasis “green world” dan “industri” sudah selaiknya sawah-sawah, pertanian, dan perikanan dipertahankan. Jangan biarkan semuanya menjadi industri. Pepohonan dan padi harus subur lestari agar manusia hidup berseri dan tau berterima kasih kepada bumi.
Baca juga:
Taman Buah Lubuk Pakam, Makan Buah Sepuasnya
Kualanamu Internasional Airport
Komentar