Kehadiran Gojek di Indonesia yang dipelopori Nadiem Makarim seolah mengubah paradigma tentang sarana transportasi publik yang murah, mudah, dan cepat. Faktanya, tidak demikian. Gojek menimbulkan sederet persoalan seperti dianggap ilegal, menghilangkan rezeki orang sampai persaingan sesama pengemudi ojek, dan paling parah menambah kemacetan di jalan raya.
Terlepas dari itu semua, kehadiran ojek online (Gojek) setidaknya sudah membuktikan bahwa ide sederhana bisa mendunia.
Ide sederhana membuat Gojek (Go Jek) “katanya” didapat dari percakapan Nadiem Makariem dengan seorang tukang ojek. Suatu hari sepulangnya Nadiem Makariem dari Harvard University dan sempat bekerja di Jakarta. Ia terkena kondisi Jabodetabek yang sehari-hari macet sekali.
Suatu ketika Nadiem terpaksa menggunakan jasa ojek untuk mengantarkannya ke tempat tujuan. Ia terlibat percakapan singkat dengan tukang ojek yang mengatakan, “persoalan tukang ojek menunggu pelanggan waktu habis terbuang.”
Gagasan ini kemudian pecah di kepala Nadiem dan ia berpikir daripada bekerja dengan orang lain. Ia harus bisa mengendalikan takdirnya sendiri. Lahirlah kemudian Go Jek berbasis online (aplikasi android) yang bisa dipesan melalui email.
Go Jek lebih mudah ditulis Gojek. Secara bahasa berasal dari kata ojek (ojék) adalah sepeda atau sepeda motor yang disewakan untuk membawa penumpang dan barang sampai ke tujuan. Sedangkan mengojek menjadi tukang ojek; mencari nafkah dengan ojek. Pengojek adalah orang yang mengojek.
Sedangkan arti gojek atau bergojek adalah bermain-main dengan riang gembira. Tetapi, Go Jek bukan bermakna gojek (bermain) hanya penulisannya saja gojek. Sebutan ojek di Medan dan Sumatera Utara adalah RBT (Rakyat Banting Tulang).
Setelah berhasil di Jabodetabek, Gojek membuka lagi Makassar, Bandung, Surabaya, Bali dan kota-kota lainnya. Akhirnya November 2015 Gojek hadir di Kota Medan yang berkantor di Komplek Jati Junction (dekat Universitas HKBP Nomensen). Pelamar yang datang berjibun.
Sebagaimana Medan loker pada umumnya setiap pelamar wajib menyertakan syarat yang diminta oleh PT. Gojek Indonesia antara lain: Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat Izin Mengemudi (SIM) C, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Baca juga: Becak Mesin atau Becak Motor, Transportasi Serbaguna Sepanjang Zaman
Kenapa dan mengapa Gojek selalu bisa masuk dan diterima di suatu kota dengan “rela atau terpaksa” meski terjadi perlawanan? Ini rahasianya:
- Di Kota Medan, masyarakat lebih familiar menggunakan becak mesin atau kereta (orang Medan menyebut sepeda motor dengan kereta) untuk pulang atau bepergian atau juga mengirim barang. Selain layanan antar orang. Gojek juga menyediakan layanan antar barang namanya Go Food. Sebelumnya di Kota Medan sudah banyak jasa-jasa kurir ekspedisi model seperti Gojek tetapi “pengemasannya” kurang eye catching berkesan konvensional walaupun profesional.
- Dishub Medan pasti bingung menindak Go Jek karena Gojek adalah perusahaan layanan jasa berbasis teknologi yang izinnya dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo). Jadi, Gojek bukan perusahaan bergerak di bidang transportasi. Tetapi lebih pada fasilitator aplikasi android. Coba pikir, bagaimana cara menindak Gojek dengan pasal undang-undang transportasi publik. Selain itu, Gojek menggunakan kendaraan pribadi (sepeda motor sendiri) milik si pelamar kerja. Tidak ada keterangan pasti apakah uang minyak (bensin) dan perawatan mesin diberikan oleh perusahaan Gojek. Gojek juga mengajak orang yang berada di pangkalan ojek konvensional bergabung dengan syarat tertentu.
- Selain itu, malam-malam katanya tetap bisa pesan Gojek. Agak ngeri-ngeri sedap mengingat kondisi Kota Medan rawan kriminalitas dan begal.
- Jauh sebelum Gojek datang ke Medan. Di Kota Medan sudah dibangun shelter (tempat pemberhentian) sejenis halte pemberhentian bis transportasi massal yang kondisi shelternya sekarang ini di sejumlah tempat rusak total.
Pertanyaanya, apalah arti semua ini? Di saat Kota Medan tambah macet setiap hari, sepeda motor keluar dari satu showroom sehari 10 unit (kalikan ada berapa showroom dan pabrikan sepeda motor). Kendaraan pribadi tambah banyak tetapi fasilitas transportasi umum belum menunjukkan hasil signifikan.
Mencermati kehadiran Gojek di Kota Medan. Tumben! Ganjil benar kali ini alias aneh binti ajaib, biasanya tukang becak dan supir angkot sudah mengamuk bila ada pesaing baru. Jadi kira-kira siapa yang akan menang dan bertahan? Bukankah selama ini yang disebut raja jalanan adalah angkot dan becak mesin?
Komentar