Jika kita bercerita tentang (Angkutan Kota) angkot maka akan muncul berbagai pikiran negatif yang terbersit dalam benak kita mulai dari busuk, rongsok, ngebut, suara knalpot berisik, pelanggar lalu lintas, kotor, bau, pengap, parkir dan berhenti menurunkan penumpang sembarangan.
Ya, itulah citra angkot di kota Medan hari ini, hampir semua citra negatif seolah melekat pada jenis transportasi yang satu ini.
Banyaknya citra buruk pada angkot tidak terlepas dari buruknya pengelolaan angkutan umum roda empat di kota Medan. Lemahnya pengawasan di lapangan dan persaingan antar trayek. Persaingan tidak sehat antar supir tanpa sim akan timbul karena saling mengejar penumpang.
Di Medan kita punya istilah “bengkel Sidik*****, hari ini diperbaiki, besok sudah rusak kembali. Terjadi kanibalisme suku cadang di mana suku cadang bekas dipakai digunakan untuk angkutan kota. Cara lain bagi angkot untuk bertahan adalah mengabaikan biaya-biaya pemeliharaan.
Sering kita lihat angkot mogok ditengah jalan membuat kemacetan dan knalpot atau bumper bisa lepas sendiri yang bisa membahayakan kenderaan di belakangnya. Bagi mereka yang paling penting adalah meraup untung yang sebesar-besarnya dengan biaya operasional yang sekecil-kecilnya.
Peran pemerintah kota dalam menjamin ketersediaan angkot yang aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat terbilang nol.
Kualitas angkot yang semakin busuk dan tidak layak jalan mendorong terjadinya peningkatan jumlah kenderaan pribadi. Terjadinya peningkatan pembelian kereta (sepeda motor) secara signifikan.
Begitu juga pembelian mobil yang meningkat drastis dengan fenomena taksi dan ojek online dan akhirnya meningkatnya kemacetan di kota Medan.
Komentar