Di Kota Medan tidak begitu sulit untuk mencari dan menemukan kulit kayu raru. Biasanya kayu raru tersusun dan bertumpuk rapi di tempat para Parmitu (Persatuan Para Peminum Tuak) berkumpul.
Kalau tidak jeli sepintas mirip dengan tumpukan kayu bakar atau kayu manis bahan rempah dan bumbu. Kayu raru sendiri adalah campuran untuk nira aren yang bertujuan meningkatkan citarasa tuak.
Tuak adalah minuman beralkohol yang dibuat dari nira aren (kelapa, siwalan) yang diragikan. Siwalan adalah pohon lontar, buahnya berkulit keras, berwarna hijau tua, daging buahnya lunak kenyal, berwarna putih bening, air buahnya manis dan dapat dibuat tuak.
Tetapi, tuak di Medan belakangan hari warnanya bukan lagi kemerahan sebagaimana air nira atau siwalan tetapi seperti putih kusam dan beraroma asam.
Meski tuak identik dengan minuman tradisional khas Toba (Batak). Faktanya, tuak juga dikonsumsi oleh masyarakat di luar Toba (Batak). Artinya tuak ini minuman universal dan di Kota Medan dijual bebas (legal). Masyarakat Muslim pantang mengonsumsi tuak karena mengandung alkohol yang dapat merusak saraf sel otak.
Kayu raru tumbuh pada ketinggian ± 400 m dpl dan berada dalam kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun manfaatnya sebagai tanaman herbal karena kayu raru mengandung “bioaktif farmakologis ekstraktif raru” yang dapat menurunkan kadar gula darah (diabetes) melalui aktivitas inhibisi alfa glukosidase.
Tidak ada keterangan pasti bagaimana sebenarnya cara mengolah kayu raru menjadi ramuan herbal? Apakah direbus ataukah ditumbuk-digiling halus dihancurkan atau bagaimana?
Tetapi, yang jelas sejak dulu kayu raru sudah dipercaya masyarakat Tapanuli sebagai tanaman herbal untuk diabetes dan campuran citarasa tuak. Wallahu A’alam.
Baca juga:
Beras Raskin Bagus Untuk Penderita Diabetes
Komentar