Acara tahunan yang selalu dinantikan masyarakat Medan dan sekitarnya, yaitu Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) tahun ini kembali hadir dengan tema ”Maha Karya Pekan Raya Sumatera Utara 2017”. Sejalan dengan tema tersebut, di tengah kemeriahan PRSU hadir sebuah paviliun eksklusif bernama ”Mahakarya Indonesia” persembahan Dji Sam Soe.
Sebagai sebuah Mahakarya Indonesia yang telah berusia lebih dari 100 tahun, Dji Sam Soe memiliki cerita menarik dibalik perjalanannya. Diracik di warung kaki lima Surabaya pada tahun 1913, Liem Seeng Tee dengan penuh kegigihan dan kesabaran berhasil mengembangkan Dji Sam Soe hingga berkembang seperti sekarang.
Di sepanjang perjalanannya, Dji Sam Soe selalu berkomitmen untuk menjaga berbagai Mahakarya Indonesia, salah satunya adalah rempah-rempah sebagai sebuah mahakarya yang memang patut kita banggakan.
Di Sumatera Utara misalnya, sejak zaman nenek moyang, Sumatera Utara dikenal sebagai magnet bagi bangsa pendatang karena tanahnya yang kaya akan komoditas rempah, sehingga menjadikan wilayah ini sebagai pusat perdagangan penting dan juga salah satu cikal bakal penelusuran Jalur Rempah di Indonesia. Hal ini disebabkan karena Sumatera Utara memiliki banyak rempah khas yang fenomenal, seperti tembakau dan cengkeh.
Toni Wahid, pakar kopi yang juga menyenangi dunia sejarah dan travelling bercerita, ”Cengkeh tidak dapat dilepaskan dari harumnya kejayaan Sumatera Utara. Sejak pertama kali tanaman cengkeh menyebar keluar dari pulau Maluku tahun 1870, hingga saat ini Sumatera Utara diakui sebagai salah satu wilayah penghasil cengkeh berkualitas terbaik. Bahkan kini cengkeh masih menjadi komoditas perkebunan Sumatera Utara yang bernilai ekonomi tinggi.”
”Cengkeh adalah topik yang tak akan pernah habis dibahas, karena kisah di balik rempah yang terlihat sederhana ini ternyata sangat luar biasa. Dengan sejarah yang begitu panjang, disertai fungsi dan manfaat yang begitu banyak, rasanya tidak berlebihan jika cengkeh disebut sebagai salah satu dari Mahakarya Indonesia,” sambung Toni.
Penggunaan cengkeh kini semakin kreatif, contohnya sebagai bahan campuran untuk membuat minuman kopi. Toni Wahid bercerita bahwa kebiasaan ini dimulai dari masyarakat yang hidup di dataran tinggi. Kopi panas ternyata belum cukup untuk menghangatkan tubuh mereka, sehingga akhirnya mereka mencoba menambahkan rempah-rempah seperti cengkeh.
Selain hasilnya menjadi lebih hangat, aroma yang tercipta juga menjadi unik dan khas. Karena rasanya yang nikmat, minuman kopi bercampur rempah seperti Kopi Cengkeh kini mulai sering kita temui di perkotaan.
Dengan begitu banyak keistimewaan ini, maka tak heran harum dan nikmatnya cengkeh dihadirkan sebagai salah satu primadona di paviliun ”Mahakarya Indonesia”. Percaya bahwa segala sesuatu yang berharga harus dijaga dengan sempurna, paviliun ini menghadirkan kelas ”Master Blend” yang memperlihatkan keistimewaan pembuatan sebuah mahakarya, dimana para pengunjung dapat melihat langsung proses memilih dan meracik paduan tembakau dan rempah berkualitas terbaik, termasuk cengkeh.
Selain kelas ini, paviliun “Mahakarya Indonesia” juga mempersembahkan banyak aktivitas lain yang memberikan pengunjung kesempatan untuk menikmati berbagai pengalaman multisensorial yang akan memanjakan kelima panca indera mereka.
Renaldo Ratman dari Kilau Indonesia sebagai tim pelaksana event menuturkan, “Di paviliun eksklusif ini, pengunjung dapat mengetahui lebih jauh tentang sejarah Dji Sam Soe yang dikemas menarik dalam ‘mini museum’ berisi beragam memorabilia, atau belajar mengenai biji kopi Sumatera Utara yang berkualitas sambil mencoba teknik penyajian kopi terbaik.
Mereka juga dapat menjajal aktivitas unik yaitu Cethe atau seni melukis batang rokok menggunakan ampas kopi, yang dipandu langsung oleh seniman Cethe. Tak lupa, kami juga mempertunjukkan berbagai kesenian dan budaya lokal, seperti tari Tor-Tor.”
“Pada akhirnya, diharapkan kunjungan ke paviliun ini dapat semakin menumbuhkan kebanggaan masyarakat terhadap kekayaan Mahakarya Indonesia khususnya di Sumatera Utara,” tutup Novrial.
Komentar