Generasi muda merupakan masyarakat yang terbentuk dari komuniti. Dan komuniti bagi orang-orang muda seperti famili. Generasi muda lebih mengagungkan komuniti daripada famili. Mengapa bisa demikian? Sebab, di dalam hubungan komuniti, orang-orang muda merasa menemukan semangat, gairah dan cinta.
Mereka tertawa dan bernyanyi bersama, berbagi video, musik, dan konten-konten lucu. Ajaibnya teman yang baru ia kenal di dunia maya dianggap segalanya. Orang-orang muda umumnya berpaham kebebasan. Bukankah di mana ada kebebasan, di situ ada Tuhan?
Dan dengan hadirnya aplikasi sosial berbagi konten video kreatif, lagu, dan stiker emoji. Bukan hanya menarik perhatian kaum muda, kaum tua juga hanyut ingin eksis status. Dahulu, ketika friendster ada, kaum tua protes. Kemudian lahir facebook, kaum tua juga protes.
Belakangan omak-omak dan opung-opung asyik main facebook. Kaum muda pindah ke twitter, Instagram, dan Telegram. Sekarang tua-muda punya akun IG. Kata siapa, Smule, Tik Tok, dan Likee hanya digandrungi orang muda. Yang tua-tua pun hobi, sama gilanya, sama candunya. Busyet!
Tua-muda sekarang ini sedang berada dalam “perambatan” ketergantungan terhadap teknologi. Karena itu, sulit dibatasi mana yang disebut generasi milenial dan generasi sebelumnya. Tetapi, generasi milenial umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital.
Generasi milenial bila dilihat dari sisi negatifnya, merupakan pribadi yang “pemalas,” narsis, dan suka sekali melompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Akan tetapi, di sisi lain mereka memiliki sisi positif.
“Usia muda adalah mimpi, suatu bentuk kegilaan kimiawi.”
F. Scott Fitzgerald, “Tales of the Jazz Age”
Antara lain adalah generasi millenial merupakan pribadi yang pikirannya terbuka, pendukung kesetaraan hak kaum minoritas. Mereka memiliki rasa percaya diri yang bagus, mampu mengekspresikan perasaannya, pribadi liberal, optimis, dan menerima ide-ide dan cara-cara hidup.
Lalu bagaimana pandangan agama dalam hal ini? Islam, jelas-jelas melarang perbuatan yang sifatnya melalaikan dan pamer (riya-ujub). Tanya saja, kepada diri kita sendiri, apakah tik tok, smule, likee, whatapps, facebook, instagram, twitter, telegram, browsing, surfing, game, download, chatting, posting, YouTube, dan seluruh yang berhubungan dengan internet menjadi demikian melalaikan, sampai-sampai Al-Qur’an tidak terbaca lagi, shalat tidak lagi didirikan di masjid sehingga melemahkan iman dan amal.
Jika jawabannya, benar semua itu melalaikan. Maka, alangkah baiknya perlahan-lahan dikurangi. Allah SWT tidak akan menanyakan berapa banyak data yang tersimpan dalam hardisk laptop/gadget, tetapi Allah akan tanyakan iman dan amal saleh. Inilah bekal sesungguhnya.
Apa mau dikata lagi, memang begitulah umumnya anak muda (pemuda, pelajar, dan mahasiswa). Mereka “jauh” dari amal agama tetapi senang membicarakan agama. Generasi muda ingin memenangkan dunia, menaklukkan dunia, meraih mimpi, merengkuh cita-cita dunia.
Ada yang berhasil dan ada yang tersungkur. Dunia adalah penipu yang hebat. Seperti kata Sayyidina Ali, “Siapa-siapa yang mempercayai dunia, dunia pasti akan mengkhianatinya.” Apa itu dunia? Dunia adalah seluruh kebiasaan hidup kita sehari-hari.
Oleh karena itu, tidak mengherankan aplikasi-aplikasi sosial semisal tik tok, smule, dan likee di jagad maya saat ini diminati. Percayalah hal demikian tidak akan tahan lama.
Sebentar lagi, tik tok, smule, dan likee akan dilupakan orang. Akan ada pemuktahiran aplikasi hiburan yang terbaru menyaru atas nama sosial dan virtualitas.
Sekarang, marilah kita masuk ke dalam cara berpikir anak muda (remaja) yang umumnya mencari sesuatu. Ironisnya seperti kata pepatah, “siapa yang mencari apa-apa tidak akan menemukan apa-apa.”
Jadi, pada umumnya orang-orang muda (remaja, laki-laki dan perempuan) mencari “bentuk” atau sarana untuk berekspresi. Bukan pada maksud, tetapi lebih kepada sesuatu yang abstrak dan absurd.
Komentar