Alhamdulillah atas izin Allah SWT, antara Maret dan Juni 2018, SeMedan.com dapat mengunjungi Bener Meriah dan Takengon. Kemudian pada November 2018, SeMedan.com berangkat lagi menuju Blangkejeren Gayo Lues.
Dan benarlah seperti mana yang dikisahkan orang, Tanah Gayo adalah negeri di atas awan. Sebenarnya, bukan negeri di atas awan tetapi negeri di atas kabut.
Sebenarnya, bukan negeri di atas awan tetapi negeri di atas kabut.
Selama di Blangkejeren, Gayo Lues. SeMedan.com bersilaturrahim ke sejumlah tempat dan mesjid antara lain:
- Blangsere, Markaz Tabligh Blangkejeren Gayo Lues.
- Mesjid Asal Penampaan, Kec. Blangkejeren, Kab. Gayo Lues. Mesjid Asal adalah mesjid pertama kali berdiri di Gayo Lues dan sudah berusia ratusan tahun.
- Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Ujungdah, Bustanusalam. Di dusun ini terdapat sebuah sungai dan pernah merendam dusun Ujungdah.
- Lalu perjalanan dilanjutkan menuju Kecamatan Rikit Gaib.
- Kemudian berlanjut lagi ke Putri Betung Siongal-ongal arah ke Kutacane.
- Lalu ke tempat tamasya Air Panas (we porak-bahasa Gayo), suatu dusun kecil di jalan lintas Blangkejeren-Kutacane. Air panas alami belum dikelola secara baik dan belum dapat diperuntukkan untuk tempat rekreasi umum.
- Geumpang, di dusun Geumpang listrik tidak ada. Warga menggunakan kincir air sebagai turbin untuk penerangan listrik kampung.
- Meloak, PLN sudah masuk.
Selama kunjungan ke Blangkejeren, Gayo Lues. Banyak kesan yang tidak dapat terkatakan dan tertuliskan. Seumur-umur, barulah tau bahwa di Blangkejeren, tidak ada satu jengkal tanahpun yang diperjual-belikan.
Orang Blangkejeren, tidak menjual tanah, tetapi menjual bukit-bukit. Sebab, kontur tanah di Blangkejeren memang perbukitan dan julukan untuk Blangkejeren pun negeri seribu bukit. Berijin (terima kasih)!
Komentar