4 April 2016 secara serentak 100 media yang tergabung dalam International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) membocorkan dokumen penting “Panama Papers.” Dokumen Panama menghebohkan jagad internasional karena memuat lebih dari ribuan nama orang penting mulai dari artis bintang film, pebinis, atlet, pemain bola, tokoh politik, termasuk nama-nama tokoh Indonesia.
Sederetan nama yang “diduga” melakukan pengelabuan data berkenaan aset harta pribadi atau perusahaan demi menghindari pajak negara. Pemelintiran data tersebut menggunakan jasa firma hukum di Panama bernama Mossack Fonseca yang didirikan oleh Ramón Fonseca Mora.
Inilah yang sedang diteliti oleh semua negara yang merasa warga negaranya “terlibat” dalam skandal “Panama Papers.” Selanjutnya, diteliti apakah ada unsur kesengajaan menghindari pajak.
Sebagaimana dikutip dari BBC, “Para pemimpin dunia memercayakan pengelolaan aset dan kekayaan mereka kepada Mossack Fonseca supaya tidak terdeteksi negara.
Dengan demikian, mereka tidak perlu membayar pajak. Mossack Fonseca membantu para kliennya mencuci uang, menghindari sanksi hukum, dan mengingkari pajak.” tulis BBC.
Dari kacamata awam sebenarnya sangat mudah memahami apa itu “Panama Papers” dan yang dilakukan Mossack Fonseca. Bukankah selama ini juga sering kita lihat dan baca soal pemalsuan aset harta demi menghindari pajak negara.
Mengapa harus jauh-jauh ke Panama? Sebab, di Panama banyak nama orang penting yang tercatut di dalamnya.
Pemilik uang menginvestasikan uang dan kemudian nama mereka diubah menjadi nama orang lain. Selanjutnya uang diputar untuk kebutuhan bisnis di negara-negara yang rendah pajak.
Panama Papers dalam tulisan ini tidak akan dibahas dengan bahasa njelimet (sophisticated) melainkan dengan bahasa pasaran saja supaya lebih simpel. Kalau dikiaskan gambarannya kira-kira seperti berikut ini:
“Saya punya celengan yang berbentuk babi (celengan bisa berbentuk apa saja). Di dalam celengan saya ada uang si anggi, ucok, aseng, melani, bedul, tiur, leman, udin, wak ulong, tok dalang, minah. Semua uang dititip dan masuk di celengan babi dengan jumlah masing-masing diberi nama dan kode tergantung kesepakatan saya dan yang punya uang.”
Sampai di sini sah-sah saja karena memang tidak ada salahnya orang menitipkan uang kepada saya. Toh mereka percaya kepada saya serta tidak khawatir uangnya hilang dan berpindah tangan. Ingat, uang tidak mengenal agama, halal atau haram, baik atau buruk, dan uang tidak mengenal jenis kelamin dan warganegara, uang adalah uang.
Kalau ada istilah uang haram, bukan uangnya, tetapi perbuatannya yang haram.
Masalah terjadi ketika ada orang yang tau atau curiga, kenapa dan mengapa banyak sekali orang menitipkan uang kepada saya. Padahal saya bukan bank atau koperasi simpan-pinjam. Tetapi hanya sebuah biro/firma hukum yang menjamin uang nasabah aman dan terhindar dari endusan orang banyak (negara) yang akan mewajibkan pajak.
Jadi agar aman dan terjaga rapi, nama-nama penitip uang tersebut saya ganti namanya dengan nama orang lain ketika akan berbisnis di suatu negara/tempat yang rendah pajak.
Dengan demikian penitip uang bisa mendapatkan keuntungan tanpa khawatir harta miliknya dikenai pajak oleh negara tempat ia berasal. Semakin kaya seseorang semakin tinggi pajak yang harus dibayar. Inilah yang ditakutkan oleh orang-orang yang merasa “super kaya.” Pajak!
Sampai sekarang kasus Panama Papers di sejumlah negara masih terus dipelajari. Kasus ini sangat menarik perhatian dunia internasional mengingat ada ribuan nama orang penting yang datanya terungkap dalam Panama Papers.
Komentar