
Pangkostrad Jenderal Edy Rahmayadi mengingatkan, “Jangan malu mengaku Melayu.” Beliau yakin masih banyak putra-putri Melayu yang berdarah biru dan tidak mengetahui leluhurnya. /Dok. Setiadi R. Saleh
Pertanyaan besar yang harus dijawab oleh siapapun, baik Melayu atau bukan. Mengapa membenci Melayu dan apa salah Melayu sampai harus dibinasakan sedemikian rupa.
Bukan hanya daging dan tulangnya, tetapi juga budayanya, pemikirannya, hatinya, bahasanya, ucapannya, jiwanya. Bahkan kalau perlu kata-kata “Melayu” tersebut tidak usah lagi ada di muka bumi.
Literatur dari sumber manapun menyebutkan, seluruh Asia Tenggara sampai ke Madagaskar adalah Melayu dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan Islam. Menghilangkan Melayu berarti menihilkan Islam.

Saat memperingati 70 tahun Revolusi Sosial Sumatera Timur. Tokoh-tokoh Melayu duduk bersila, berbaur bersama masyarakat dan awak media. /Dok. Setiadi R. Saleh
Apa yang terjadi ketika Revolusi Sosial Sumatera Timur berlangsung? Data-data rinci ada dalam buku Nederlands Indie (1940-1946) karangan Jacob Zwaan dari Rijks Instituut voor Oorlogsdocumentatie. Sumber lainnya adalah Brieven uit Sumatra (Surat-surat Dari Sumatera) karangan dr. J.J. Van de Velde.
Kronologis singkat, “Selama terjadi revolusi sosial, ratusan orang-orang penting dan pribumi Sumatera Timur dibantai. Penduduk hidup menderita dan kelaparan justru di wilayah yang begitu kaya.
Itulah mengapa orang Sumatera Timur, sesuai dengan prinsip dan kesadaran, sebagaimana yang ditetapkan dalam perjanjian Linggarjati, menginginkan kemerdekaan.
Komentar