Indonesia terbagi dalam 33 provinsi dengan penutur asli bahasa daerah sesuai provinsi masing-masing. Di Aceh misalnya, masyarakat berkomunikasi menggunakan Bahasa Aceh. Begitu pula di Pekanbaru, Sumatera Barat, Palembang, dan Lampung.
Sedangkan, di Bandung, Jawa Barat berdasarkan pengalaman penulis. Hampir tidak terdengar Bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan, rata-rata berbahasa Sunda. Pendek kata, kalau tidak paham Bahasa Sunda tidak intune (nyambung) dalam obrolan.
Oleh karena kedudukan bahasa sangat penting bagi orang Medan, sampai-sampai ada sebuah jalan bernama Sei Bahasa di Kecamatan Medan Baru. Hal ini menandakan pada prinsipnya orang Medan suka sekali bercakap dan pandai berbicara, bukan lagi bersilat lidah tetapi sudah “berkarate lidah” dan “bertanam tebu di pinggir bibir” sehingga jarang sekali ada orang Medan yang pendiam (jaim-jaga imej).
Rata-rata orang Medan senang berkombur, sedikit ulok dan ular, mudah sekali mengatai orang lain.
Tidak heran, jika terjadi permasalahan (récok) masing-masing orang akan bertekak (berdebat sampai mengeluarkan urat leher) dengan bahasa Indonesia yang bercampur cacian dan makian sesuai kepribadian asal-usul orang tersebut.
Orang Melayu akan mengeluarkan bahasa kotor ala Melayu, pula begitu dengan orang Karo, Toba, Tionghoa, Mandailing, Tamil, Pak Pak, Nias, dan seterusnya. Jangan salah sangka, di Medan masih banyak orang baik dan punya tata-krama.
Dari sedikit contoh itulah, dapat diidentifikasikan bahwa di Kota Medan berbeda situasinya. Masyarakat di Medan heterogen, toleransi tinggi tetapi gampang juga terpercik api permusuhan.
Berdasarkan survei statistik, mayoritas penduduk Kota Medan tidak didominasi orang Melayu, Karo, Toba, Mandailing, Nias, Angkola, Pak Pak Dairi, Simalungun, Minang, Tionghoa, Tamil. Melainkan orang Jawa yang notabene pendatang di tanah Sumatera. Dari sudut paradigma berbeda, Melayu dan Karo diasumsikan sebagai penduduk asli Kota Medan.
Faktanya, Bahasa Melayu atau Bahasa Karo tidak menjadi bahasa pengantar dalam berkomunikasi (native language-lingua franca).
Oleh karena itu, sekalipun masyarakat Jawa menduduki peringkat populasi terbesar di Kota Medan dan Sumatera Utara. Kenyataannya, Bahasa Jawa tidak juga menjadi bahasa pengantar sehari-hari. Lalu kalau begitu, orang Medan menggunakan bahasa apa? Bahasa Melayu tidak, Bahasa Karo tidak, dan Bahasa Jawa juga tidak.
Pada kondisi tertentu istilah dari sejumlah etnis tersebut including (mencakup) dan melebur menjadi perbendaharaan kata dan tutur lisan yang ada di Kota Medan. Karena itu, tidaklah mengherankan, sebagian orang Medan fasih dalam multilingual (banyak bahasa).
Melayu pandai bercakap Karo atau sebaliknya seperti di Bahorok dan Langkat. Batak Toba pandai bercakap Melayu seperti masyarakat Tanjung Balai, dan seterusnya.
Penting diketahui, sehari-hari masyarakat di Kota Medan berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia versi Medan sebagai lingua franca (bahasa penghubung), bahasa pergaulan sehari-hari dan bahasa prokem (bahasa arbitrer-semena-mena), suka-suka saja yang penting dapat dijadikan alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi.
Sifat bahasa prokem adalah slang (tidak resmi) dan mungkin hanya dapat dimengerti oleh orang yang tinggal di Kota Medan saja. Bahasa prokem antara lain berupa:
- Akronim (singkatan)
T: “Kau mau makan di mana?”
J: “Tempat biasa Bangsat Amigos sambil Mandi” (dibaca: Abang Sate-Bangsat,
Agak Minggir Got Sikit-Amigos, sambil minum teh manis dingin-Mandi).
Ingat, di Kota Medan ada ratusan akronim dan itu lumrah dipakai sehari-hari asalkan sama-sama mengerti seperti:
Cemara = Cewek mata rabun.
Ternak Teri = Nganter anak istri.
Gerot = Geger otak.
Belanda = Belakang rumah janda.
Amsterdam = Amplas masuk dalam.
Bandung= Bandar Senembah Ujung.
Gelisah = Geli-geli basah.
Takbir = Tabrak bibir ciuman.
Kodam = Kolor dalam, celana dalam.
ABCD = Abri bukan cepak doang.
Nasgor = Nasi Goreng.
Kentuki = Kentang tahu kikil (Kentucky).
Ronda = Rondok Dada
Medan = Masuklah engkau dalam api neraka
Sumut = Semua urusan memakai uang tunai
KUHP = Kasih uang habis perkara
Kepling = Kepala Lingkungan (setingkat ketua RT).
Kamput = Kambing putih, sejenis minuman keras alkohol di Kota Medan
Capér = Cari perhatian.
Modus = Modal dusta.
Golbes = Goldol besi.
Pesta = Pernikahan sambut tamu-tamu.
Dan teramat banyak lagi yang bisa disebutkan dalam akronim sehari-hari yang lumrah dipakai dalam ungkapan Bahasa Medan. Sedangkan untuk Kamus Istilah Bahasa Medan, Lengkap Terbaru Unik Lucu (bagian 2) akan disajikan pada edisi tulisan berikutnya.
Semoga Bahasa Medan yang unik, lucu, multilingual, hasil serapan dan sinkretik dari berbagai etnis yang hidup dan berkembang di Kota Medan, tidak mampus dan selalu memiliki generasi penerus!
Baca juga:
Fakta dan Tempat Unik Tentang Kota Medan Yang Perlu Diketahui
Selanjutnya:
Kamus Istilah Bahasa Medan, Lengkap Terbaru Unik Lucu (2)
Komentar