Bangunan bersejarah di Kota Medan yang masih difungsikan dengan baik, satu di antaranya adalah gedung BKS PPS-AVROS. BKS-PPS adalah akronim dari Badan Kerja-sama Perusahaan Perkebunan Sumatera (Sumatra Planters Association). Sedangkan AVROS adalah kependekan dari Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera. Gedung AVROS dirancang oleh G.H Mulder dan dibangun tahun 1918.
Sejajar lurus sejalan dengan Gedung AVROS adalah Gedung LONSUM, Balai Kota. Gedung AVROS masih berada dalam kawasan situs bersejarah Kesawan yang letaknya berada di persimpangan Jalan Palang Merah, Jalan Avros, dan Jalang Ahmad Yani.
Baca juga: Nol Kilometer Kota Medan Dimulai Dari Gedung Balai Kota Lama
Dari penglihatan sekilas bangunan AVROS terdiri dari empat lantai, jendela besar berkaca, dan di kubah yang melengkung bundar tertoreh tahun 1918. Melihat bentuk bangunan kemungkinan G.H Mulder terpengaruh gaya arsitek zaman Rasionalisme art deco abad XX.
Ciri paling menonjol pada bangunan AVROS kubah bundar berfungsi sebagai penahan sinar matahari sehingga ruangan menjadi sejuk, sirkulasi mengalir lancar. Satu lagi, semua bangunan lama selalu ada jam dan tahun pembuatan.
Pada tahun 1930-an Gedung AVROS dipakai untuk membayar uang upah sejumlah imigran dan buruh kontrak (kuli) perkebunan karet dan tembakau. AVROS secara langsung mencirikan identitas bangsa-bangsa kompeni di Tanah Deli. AVROS bukan murni milik Belanda melainkan tergabung di dalamnya Inggris, Jerman, Belgia, dan Perancis, Amerika. Jadi, walaupun Amerika bukan Eropa.
Tetapi, sejak lama Amerika sudah tertarik dengan kandungan potensial kekayaan alam di Sumatera Timur.
Secara prinsip dan kegunaan dahulu sama sekarang sama saja. Dulu bernama AVROS, tahun 1967 berganti nama menjadi BKS-PPS (Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera). BKS-PPS menjadi pusat penelitian tanaman keras kelapa sawit. Di gedung BKS-PPS ini semua nama pegawai perkebunan di Sumatera tercatat dengan rapi dan baik serta masih memakai sistem sidik jari.
Ironisnya, jika dahulu bangsa Indonesia menjadi kuli kontrak di tanah air sendiri bekerja untuk bangsa kompeni. Sekarang pun masih sama. Perkebunan kelapa sawit di sepanjang Pulau Sumatera sebagian besar bukan lagi milik Indonesia tetapi milik bangsa serumpun yakni, Malaysia.
Komentar