Menziarahi orang-orang penting dalam sejarah Melayu Deli sebagai pengingat bahwa di Tanah Deli kepemimpinan sultan masih berlanjut sampai sekarang. Sekalipun Sultan tiada, ketika mangkat langsung diangkat, turun-temurun memenuhi kurun sehingga tidak terjadi kehampaan kepemimpinan. Sampai kini, sejak 1632 Kesultanan Kerajaan Deli XIV masih berdiri.
Namun, di sisi lain secara sosial-politik-budaya seperti “dilemahkan” oleh zaman. Tiada serasa ada, serasa ada tetapi tiada, bagai matahari atau rembulan bertudung awan.
Untuk mempelajari “mata rantai suci” dari ketersambungan sejarah yang ada di Sumatera Utara entah darimana harus memulai dan kepada siapa harus bertanya? Sekurang-kurangnya di Sumatera Utara terdapat masyarakat Melayu, Karo, Mandailing, Toba, Angkola, Simalungun, Pakpak, Nias, Minang, Aceh, Jawa, Sunda, Tionghoa.
Bagaimana bisa menafsirkan sejarah tanpa terlebih dahulu berziarah ke makam pelaku sejarah. Ziarah inilah sebagai hulu menuju hilir tempat di mana sejarah terlahir dan berakhir.
Baca juga: Kota Medan Terkini Sejarah Terputus, Maafkan Kami Guru Patimpus!
Sultan Deli ibarat “Presiden” di Kesultanan Deli Sumatera Utara, Indonesia. Gelar dari Sultan Deli dipanggil Sri Paduka Tuanku Sultan. Jika Sultan mangkat akan langsung digantikan oleh putranya karenanya ada istilah “Raja Mangkat, Raja Diangkat. Raja Diangkat, Raja Menanam,” maknanya, jika raja wafat yang mengebumikan juga harus seorang raja.
Kini, tampuk tertinggi Kesultanan Deli digenggam oleh Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam, diangkat menjadi sultan sejak 22 Juli 2005–sekarang.
Sri Paduka Baginda Tuanku Sultan Mahmud Arya Lamanjiji Perkasa Alam, lahir di Makassar pada Hari Minggu, 17 Agustus 1997. Beliau adalah Sultan Deli XIV yang diangkat ketika masih remaja berumur 18 tahun, sebelumnya Sultan Ma’moen Al Rasyid (1873-1924) saat diangkat juga masih sangat muda berusia 15 tahun.
Sri Paduka Baginda Tuanku Sultan Mahmud Arya Lamanjiji Perkasa Alam memiliki seorang adik bernama Zulqarni Otteman Mangedar Alam, keduanya merupakan putra dari Otteman Mahmud Perkasa Alam (Letkol Tito Otteman) yang wafat akibat kecelakaan pesawat CN-235 di Bandara Malikus Saleh, Lhokseumawe. Penentuan sultan juga berdasarkan putusan pertemuan empat datuk yang secara institusi adalah penasihat pemerintahan.
Dahulu Kesultanan Deli berkembang pesat dan mengendalikan arus deras jalannya sejarah. Tetapi, kini sebagai simbol belaka yang kurang bergema. Sedikit mengherankan kenapa dan mengapa bisa terjadi demikian? Wallahu A’alam.
Baca juga:
Istana Maimun, Wisata Sejarah Kota Medan
Masjid Raya Al-Mashun Medan, Topografi 109 Tahun
Komentar